

inNalar.com – Dinamika pembangunan megaproyek jalan tol penghubung Sidoarjo-Gresik di Jawa Timur bikin tercengang.
Tatkala pembebasan lahan megaproyek jalan tol gawean Jawa Timur ini lalui negosiasi alot dengan beberapa desa terdampak di Gresik.
Biasanya, sistem konsinyasi dalam urusan pembebasan lahan seolah menjadi jalan terakhir alias kartu As.
Namun kartu As tersebut rupanya bukan menjadi akhir dari perjuangan desa terdampak megaproyek jalan tol Gresik, Jawa Timur.
Perlu diketahui, sebanyak 25 bidang tanah milik satu desa di Gresik ini ditetapkan sebagai lokasi yang dibelah trase Jalan Tol Krian-Manyar.
Jumlah bidang tanah tersebut hanya segelintir dari 1.670 bidang lahan yang termakan lintasan proyek.
Putusan konsinyasi menjadi jalur akhir bagi Pengadilan Negeri Gresik guna mengakhiri persengketaan lahan.
Sebagai informasi, konsinyasi biasanya diambil langkahnya ketika satu musyawarah terkait ganti rugi tanah tidak urung menemukan kemufakatan.
Para pemlilik lahan di desa terdampak megaproyek jalan tol di Gresik ini perlu mengambil dana ganti rugi yang dititipkan melalui Pengadilan Negeri.
Bagi pihak pembangun jalan tol bisa jadi solusi ini menjadi pengakhir masalah yang ampuh, tetapi tidak bagi warga desa terdampak Tol Krian – Manyar di Jawa Timur ini.
Pada realitanya, penetapan harga ganti rugi lahan masih dinilai lebih rendah dari standar umumnya.
Hal tersebut tanpa terkecuali dirasakan oleh pemilik lahan di Desa Lebaniwaras, Gresik, Jawa Timur.
Nilai ganti rugi yang dititipkan melalui pengadilan ini dianggap PT Platinum Ceramics selaku pemilik lahan masih di bawah standar harga pada umumnya.
Alhasil, pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Gresik untuk melayangkan keberatan atas nilai uang titipan tersebut.
Dalam konteks ini, pihak penggugat adalah PT Platinum Ceramics Industru.
Sementara pihak tergugat berasal dari pihak Pemerintah RI, Kementerian PUPR, Ketua Tim Pengadaan Tanah, hingga PT Waskita Karya selaku pembangunnya.
Plot twist, hasil putusan PN Pengadilan Gresik mengabulkan sebagian permohonan pemilik lahan di Desa Lebaniwaras tersebut.
Pihak pembangun berakhir diminta agar merubah perencanaan trase dan menggeser jalur yang tadinya melintasi lahan seluas 46.793 meter persegi.
Sehingga lintasan tol harus melipir saat melintasi desa terdampak di Gresik tersebut.
Rancangan Jalur Jalan Tol Krian – Legundi – Bunder yang tadinya melintas di pertengahan desa tersebut.
Pada akhirnya diminta melipir alias berpindah ke sisi barat tanah pemilik lahan tersebut.
Tidak berhenti di situ saja, nilai ganti rugi yang dibayarkan pun akhirnya ditetapkan sebesar Rp2 juta rupiah.
Sebagai informasi tambahan, Jalan Tol Krian – Manyar ini sengaja dibangun guna mengokohkan kawasan strategis di Jawa Timur.
Mulai dari Kawasan Industri Krian hingga Java Integrated Industrial and Port Estate.
Ruas tol ini juga akan menyambungkan kerangka lintasan yang membuat para pelintas dapat menembus Surabaya dan Mojokerto.
Jalan tol ini pun terhubung dengan Tol Tuban-Gresik di sebelah utaranya.
Adapun nilai investasi yang telah digelontorkan Pemerintah RI guna wujudkan infrastruktur ini mencapai Rp9,12 triliun.***