Bukan Cuma Tradisi di Yogyakarta, Tren Masak Pakai Kayu Bakar Juga Dipertahankan di Beberapa Provinsi Ini

inNalar.com – Di era modern dengan kompor gas dan listrik yang praktis, ternyata masih banyak masyarakat di berbagai provinsi di Indonesia yang setia menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk memasak.

Tradisi yang sering dijumpai di Yogyakarta ini tidak hanya bertahan karena kebiasaan turun-temurun, tetapi juga membawa berbagai manfaat yang membuatnya tetap populer, terutama di daerah-daerah pedesaan.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan persentase penggunaan kayu bakar tertinggi untuk memasak, mencapai 68,11 persen.

Baca Juga: Unggul dalam Produksi Sapi Perah, Petani Susu Jawa Timur Siap Jadi Penopang Gizi Anak Indonesia

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di provinsi tersebut masih mengandalkan energi tradisional ini dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak jauh berbeda, Papua berada di posisi kedua dengan 63,77 persen, dan Maluku Utara di peringkat ketiga dengan 43,85 persen masyarakat yang memasak dengan bahan bakar ini.

Ini menandakan bahwa di wilayah-wilayah ini, memasak dengan kayu masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, baik karena keterbatasan akses energi modern, atau karena mempertahankan budaya kuliner lokal.

Baca Juga: Kabupaten Bogor ‘Terbelah’? Pemekaran Wilayah di Jawa Barat Makin Direstui, 14 Kecamatan Ini Siap Pamit

Meskipun Yogyakarta dikenal dengan tradisi memasak yang kuat, termasuk hidangan legendaris seperti Mangut Lele Mbah Marto dan Bakmi Jawa yang dimasak dengan kayu bakar atau arang, ternyata provinsi ini hanya berada di posisi ke-10 dalam penggunaan kayu, dengan angka 13,19 persen.

Budaya kuliner Yogyakarta yang kaya memang masih mempertahankan penggunaan energi tradisional, namun sebagian besar masyarakat sudah beralih ke teknologi modern.

Penggunaan kayu bakar untuk memasak bukan hanya soal keterbatasan infrastruktur atau ekonomi, tapi juga tentang mempertahankan tradisi serta manfaat yang didapatkan dari cara memasak ini.

Baca Juga: Dana Desa 2024 Cair Rp 123 Miliar, Sleman Langsung Gagas Proyek-Proyek Fantastis

Berikut beberapa manfaat utama memasak dengan kayu yang masih tren di berbagai wilayah.

1. Menambahkan Aroma ‘Asap’ dalam Masakan

Memasak dengan kayu memberikan sentuhan rasa yang khas, terutama aroma ‘asap’ yang sulit ditiru dengan kompor gas atau listrik.

Baca Juga: Sleman Beruntung Dapat Rp123,08 Miliar Dana Desa 2024, Ini 10 Desa yang Ketiban Rezeki Nomplok

Makanan seperti daging panggang, ikan bakar, atau sayur lodeh yang dimasak dengan kayu bakar memiliki cita rasa yang lebih autentik.

2. Ramah Lingkungan

Kayu sebagai sumber energi tradisional lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Baca Juga: Siap Jadi Kiblat Teknologi Informasi, Anak Muda DIY Punya Masa Depan Cerah: Begini Alasannya

Jika dikelola secara berkelanjutan, penggunaan kayu bakar bisa membantu mengurangi ketergantungan pada gas atau listrik.

3. Memasak Jadi Lebih Cepat

Banyak masyarakat di desa meyakini bahwa memasak dengan kayu bakar sebenarnya lebih cepat karena suhu yang dihasilkan lebih panas.

Baca Juga: Siap Jadi Kiblat Teknologi Informasi, Anak Muda DIY Punya Masa Depan Cerah: Begini Alasannya

Ini sangat cocok untuk proses memasak makanan yang memerlukan panas tinggi.

4. Mencegah Makanan Terkontaminasi dengan Bahan Kimia

Beberapa jenis alat masak modern bisa meninggalkan residu kimia pada makanan.
Sedangkan memasak dengan kayu bakar, jika menggunakan bahan bakar alami, lebih bebas dari risiko kontaminasi bahan kimia berbahaya.

Baca Juga: Bukan Cuma Karimunjawa, Ada Surga Tersembunyi Lainnya yang Dijuluki Sekeping Nirwana di Laut Jawa

5. Mempertahankan Nutrisi dalam Bahan Makanan

Proses memasak yang lambat dan stabil dengan kayu bakar memungkinkan bahan makanan mempertahankan nutrisi alaminya, sehingga makanan lebih sehat.

6. Mempertahankan Tradisi

Bagi banyak komunitas di desa dan daerah terpencil, memasak dengan kayu bakar adalah cara untuk mempertahankan tradisi leluhur.

Ini menjadi bagian dari identitas budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.***

 

Rekomendasi