Bongkar Praktik Garam Ruqyah, Ferry Irwandi Edukasi Publik soal Penipuan Berkedok Agama yang Raup Miliaran Rupiah


inNalar.com – 
Ferry Irwandi, perintis Malaka Project, kembali menjadi sorotan setelah mengungkap praktik bisnis garam ruqyah yang dinilainya sebagai bentuk pembodohan masyarakat. Sebelumnya, Ferry juga sempat menantang pembuktian atas fenomena santet, yang viral di berbagai platform.

Melalui kanal YouTube pribadinya, Ferry membahas secara mendalam bagaimana bisnis garam ruqyah memanfaatkan sentimen religius untuk mengeruk keuntungan besar.

Ia menjelaskan bahwa garam biasa yang seharusnya dijual dengan harga sekitar Rp6.000, diubah menjadi “garam ruqyah” dan dihargai hingga Rp150.000 per kemasan.

Baca Juga: Seleksi Kompetensi PPPK 2024 Dimulai! Ini Tips dan Materi Ujian yang Wajib Dipelajari

Menurut data yang diungkap Ferry, satu toko bisa meraup keuntungan hingga Rp4,4 miliar per bulan hanya dari bisnis ini. Keuntungan fantastis ini diperoleh dengan memberikan klaim yang berlebihan pada produk, seperti:

1. Menyembuhkan segala jenis penyakit, baik kronis maupun ghaib.

2. Menjadi “jimat” yang dapat mendatangkan rezeki dan menolak bala.

Baca Juga: UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Apa Dampaknya bagi Buruh, UMKM, dan Ekonomi Indonesia?

Klaim-klaim ini jelas tidak berdasar secara medis atau ilmiah. Ferry menekankan bahwa penjual sering kali memanfaatkan nama tokoh agama terkenal, seperti almarhum Syekh Ali Jaber, untuk memperkuat citra religius produk mereka.

Berbeda dengan scam yang dilakukan oleh situs judi online atau investasi bodong, para pelaku bisnis garam ruqyah memanfaatkan agama sebagai “tameng” untuk memasarkan produk. Ketika khasiat garam tersebut tidak dirasakan oleh konsumen, pelaku sering kali menyalahkan sisi spiritual korban, misalnya dengan mengatakan bahwa mereka kurang beriman.

Pendekatan ini membuat para pelaku lebih sulit dijerat secara hukum, karena mereka bergerak di ranah kepercayaan yang sering kali sulit dibuktikan.

Baca Juga: Nunggak Pajak Rp 2,1 T, Perusahaan Tambang Batu Bara di Kalimantan Timur ini Turut Diwarnai Skandal Mega Korupsi

Ferry menyoroti dampak buruk dari praktik ini, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, janji-janji manis seperti ini mudah memikat mereka yang berharap pada solusi instan. Jika terus dibiarkan, fenomena ini dapat memperpanjang siklus kemiskinan dan ketidaktahuan.

Sebagai bentuk perlawanan, Ferry aktif memberikan edukasi kepada masyarakat melalui konten video dan diskusi terbuka. Usaha ini telah berhasil membuka mata banyak orang mengenai penipuan berkedok agama.

Ferry percaya bahwa edukasi adalah kunci untuk melindungi masyarakat dari jebakan bisnis semacam ini. “Kita harus melawan pembodohan yang sudah mengakar. Ini bukan hanya soal uang, tetapi soal masa depan masyarakat kita,” tegas Ferry dalam salah satu videonya.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih kritis terhadap produk yang mengatasnamakan agama atau kepercayaan. Sebelum membeli, pastikan untuk memeriksa klaim produk secara rasional dan mencari pendapat ahli jika diperlukan.

Rekomendasi