

inNalar.com – Stasiun kereta api di Jawa Barat ini adalah salah satu warisan peninggalan zaman kolonial Belanda.
Usianya mulai memasuki masa ke-152 tahun, berada di pusat Kota Bogor yang dahulu disebut dengan Stasiun Buitenzorg.
Saat ini masyarakat tidak lagi menggunakan sebutan Belanda itu, melainkan lebih familiar dengan nama Stasiun Bogor.
Baca Juga: Nilai Investasinya Senilai Rp18,8 Triliun, Pabrik Baja PT Krakatau Steel Tbk Bakal di Reaktivasi
Siapa sangka bahwa dahulu terminal legendaris ini memiliki fungsi spesial dalam sejarah kolonialisme.
Berkat adanya kerja sama politik antara pihak perusahaan swasta perkeretaapian, dalam hal ini ialah Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS) dan Pemerintah Hindia Belanda.
Infrastruktur ini spesial dirancang untuk memberikan kenyamanan para pejabat kolonialis kala itu.
Lebih terangnya, Stasiun Bogor ini dahulu diperuntukkan sebagai tempat persinggahan gubernur jenderal pada tahun 1873.
Fungsi tersebut hanya ditujukan pada dua terminal saja, yaitu Stasiun Bogor dan Stasiun Jebres, Solo.
Hingga akhirnya jalur kereta api Batavia – Buitenzorg dibuka dan memberikan kemudahan akses perdagangan di antara kedua daerah, yakni Jakarta dan Bogor.
Baca Juga: Alami Kerugian Sebesar Rp933 Miliar, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Mencatatkan Penurunan Jumlah Utang
Melansir dari Heritage KAI, pembangunan stasiun semakin diperluas pada 1881 guna menampung penumpang yang semakin bertambah banyak.
Pada saat itulah operasional kereta api menggunakan tiket edmondson yang jejak kenangannya masih bersisa hingga 2009.
Sebagai informasi, tiket edmondson adalah sebuah lembaran karcis kecil berbentuk persegi panjang.
Baca Juga: Nyaris Bangkrut, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Siap Ekspansi Bisnis ke IKN Nusantara
Ukurannya 3 x 5,7 centimeter, dicetak di sebuah kertas tebal seperti karton dengan tulisan ala mesin ketik jadul.
Petugas kereta api biasanya akan membolongi tengah karcis itu untuk menandakan bahwa tiket tersebut telah digunakan untuk perjalanannya.
Tiket jenis ini telah digunakan sejak tahun 1840-an dan sempat digunakan di Stasiun Bogor setidaknya hingga 15 tahun lalu.
Budaya karcis peninggalan era Belanda itu sempat digunakan di Indonesia tidak hanya untuk jalur Batavia – Buitenzorg.
Pengoperasian karcis tersebut sempat dipertahankan PT Kereta Api Indonesia dan diproduksi oleh Balai Grafika, Bandung.
Namun sayangnya Pabrik Percetakan Balai Grafika akhirnya ditutup pada tahun 2011 silam.***