
inNalar.com – Adanya dugaan pelanggaran aturan tambang, ekosistem empat pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat dikhawatirkan rentan terdampak.
Sebagaimana diketahui, kilauan ‘harta karun’ nikel pulau-pulau mungil Raja Ampat tidak kalah gemerlapnya dari daerah potensial tambang lainnya.
Aktivitas pertambangan pun diketahui cukup bergerak dan menggerakkan ekonomi daerahnya.
Terbukti data BPS kabupaten yang satu ini mengungkap bahwa sumbangan pemasukan daerah sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp1,48 triliun per tahun 2024.
Meski pada pencatatan tersebut, terpantau adanya penurunan nilai pencapaian sektor tersebut dari tahun sebelumnya.
Namun ihwal yang membuat keempat pulau tersebut menjadi sorotan publik baru-baru ini ialah karena adanya kontradiksi antara aturan tambang dengan realita pertambangan yang berjalan.
Baca Juga: Totalnya Rp1.200.000, Ini Bantuan Lain dari Pemerintah Selain BSU 2025 yang Cair Bulan Juni
Aturan tambang yang ditetapkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 mengungkap bahwa tidak diperbolehkan adanya aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil Indonesia.
Lebih terangnya, batasan tafsiran ‘kecil’ tepatnya yaitu pulau yang luasnya kurang dari 2.000 kilometer persegi.
Lantas, bagaimana dengan keempat pulau Raja Ampat yang kini menjadi sorotan hangat berbagai aktivis lingkungan dan masyarakat?
Realitanya, luas Pulau GAG hanya mencakup 65 kilometer persegi. Pulau Manuran pun luasnya sekadar 7,46 kilometer persegi.
Sementara Pulau Kawei luasnya meliputi 47 kilometer persegi dan Pulau Batang Lele pun hanya sebatas 20 kilometer persegi saja.
Dengan adanya kontradiksi aturan tambang dan praktik yang berjalan, keempat pulau pun terkena imbasnya. Minimal dikhawatirkan rentan terkena ‘komplikasi’ dampak lingkungan. Apa saja?
Dengan adanya tambang nikel di pulau kecil Raja Ampat seperti Pulau GAG, dikhawatirkan spesies paus sperma, kima raksasa, dan pari manta terancam terganggu keseimbangan rantai makanannya.
Hal ini dikarenakan adanya potensi limpasan limbah yang dapat membuat perairan laut kian tercemar.
Baca Juga: BSU 2025 Rp600.000 Cair Juni 2025! Ini Kriteria Khusus Penerima Bantuan Subsidi Upah dari Pemerintah
Tidak jauh berbeda dengan Pulau Manuran, Raja Ampat. Daratan mungil ini pun dibeberkan sang Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq bahwa perairan pesisir menjadi keruh.
Bagaimana dengan kondisi ekosistem Pulau Kawei usai aktivitas tambang nikel bergeliat di daratannya? Keberadaan tambang justru menciptakan konflik sosial.
Bermula dari izin usaha salah satu perusahaan tambangan nikel dicabut, hal ini memicu munculnya aksi penutupan akses wisata sebagai bentuk protes.
Baca Juga: Peluang Baru! Ratusan Beasiswa Kuliah di Rusia Siap Dibuka untuk Mahasiswa Indonesia
Meski aksi penutupan tersebut disebut untuk mencegah adanya konflik sosial berkelanjutan antarwarga, tetapi aktivitas pertambangan inilah yang membuat dinamika di daerahnya.
Adapun Pulau Batang Pele disebut masuk ke dalam area hutan lindung, sedangkan kawasan konservasi tidak diperbolehkan adanya aktivitas penambangan.
Menimbang potensi dampak lanjutan inilah Pemerintah RI akhirnya resmi mencabut empat izin usaha pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keputusan tersebut diungkap Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada Selasa, 10 Juni 2025 lalu.***