
inNalar.com – Penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) di Provinsi Sulawesi Selatan yang akan berlaku pada tahun 2025 mendatang kini banyak disorot oleh masyarakat. Banyak pihak-pihak yang menilai bahwa besaran kenaikan tersebut dinilai memberatkan.
Dalam langkah yang mengejutkan, keputusan pun datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), mereka memilih abstain dalam penetapan UMS di Provinsi Sulawesi Selatan.
Keputusan sepihak ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan berjejak di kepala, termasuk hal-hal yang melatarbelakangi sikap dari APINDO yang dinilai lepas tangan.
Baca Juga: Hidup di Perairan Kepulauan Riau, Suku Laut Ini Tinggalnya di Atas Sampan
Sebagaimana diketahui, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga sempat menggulirkan gagasan revolusioner untuk memisahkan kebijakan pengupahan antara sektor padat karya dan sektor padat modal.
Namun, konsep ini masih dalam tahap rancangan awal yang berpotensi jadi bahan kajian di masa mendatang.
Usulan awal kenaikan sebesar 6% sempat mencuat, tetapi angka tersebut akhirnya ditolak oleh Presiden Prabowo Subianto melalui perbincangan yang sarat dinamika dengan perwakilan buruh.
Baca Juga: Live Score Vietnam vs Filipina di Piala AFF 2024, The Azkal Mampu Guncang Dominasi Golden Stars?
Dalam negosiasi yang penuh argumentasi sengit ini, kedua belah pihak akhirnya mencapai mufakat, dengan ditetapkannya angka kenaikan final sebesar 6,5%.
UMS sendiri adalah skema penentuan pembayaran yang didasarkan pada sektor usaha tertentu—yang mana rinciannya adalah ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Biasanya, nilai dari UMS sendiri lebih tinggi sebesar 5% jika dibandingkan dengan UMK.
Baca Juga: 38 KM dari Kebumen! Pemukiman Unik di Jawa Tengah Ini Pantang Nikah Lintas Desa: Ini Alasannya!
Melansir Konten Youtube Tonny Hermawan Adikarjo, Shinta W. Kamdani selaku Ketua Umum APINDO telah menyuarakan rasa kekhawatirannya dengan cukup lantang.
Beliau mengkritik ketidakjelasan dan kurangnya transparansi dalam skema kenaikan UMP tahun 2025 mendatang, dalam hal ini tak terkecuali di Sulawesi Selatan.
Menimbang pernyataan Shinta W. Kamdani, kenaikan UMP 6,5% ini seolah-olah pisau bermata dua yang tajam yang di satu sisinya terlihat menggiurkan.
Baca Juga: 38 KM dari Kebumen! Pemukiman Unik di Jawa Tengah Ini Pantang Nikah Lintas Desa: Ini Alasannya!
Namun di lain sisi bisa membawa dampak buruk bagi sektor padat karya yang tengah bergelut dengan tantangan ketidakpastian.
Nielma Palamba selaku Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan juga turut memberikan komentar.
Disebutkan oleh beliau bahwa alasan dibalik tidak ikut sertanya APINDO ini disebabkan karena besaran UMK di Makassar yang menyentuh angka Rp 3.880.136.
Meskipun APINDO di sini telah menyetujui besaran UMK, namun pihaknya tidak memberikan komentar dan rekomendasi apapun untuk UMS Makassar.
APINDO memang abstain, tapi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada akhirnya telah menyepakati besaran upah minimum bersama dengan perwakilan serikat pekerja saja—menimbang bahwa regulasi perihal UMS sesegera mungkin juga harus tetap diputuskan.
Merujuk pada hal itu, upah minimum di Provinsi Makassar telah ditetapkan dengan kenaikan sebesar 1% menjadi Rp 3.918.938 pada sentra industri pangan, sedangkan sektor pergudangan dan pengangkutan naik 1,5% menjadi Rp 3.938.338 ***