Asal-usul Ritual Ruwatan, Tradisi Buang Sial Masyarakat Jawa

inNalar.com – Di Indonesia, banyak sekali tradisi dan ritual unik yang dilakukan tiap daerah. Salah satu ritual unik yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dan Bali adalah Ruwatan.

Ruwatan adalah ritual yang diselenggarakan untuk membuang sial atau menghalau marabahaya dari seseorang. Masyarakat percaya hal itu berasal dari kutukan dewa atau hukuman.

Ruwatan biasanya dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti mengatasi penyakit, menghilangkan sial, atau merayakan peristiwa penting dalam hidup, seperti menjelang pernikahan.

Baca Juga: Dihuni 70 Orang, Desa Paling Ekstrim di China Ini Berada di Tebing Curam Setinggi 800 M

Dalam kepercayaan Jawa, setiap individu dianggap memiliki ruwah atau beban hidup yang harus diselesaikan.

Beban ini dapat berasal dari karma masa lalu atau warisan dari leluhur. Melalui upacara ruwatan, diharapkan individu dapat terlepas dari beban tersebut dan mendapatkan berkah serta perlindungan.

Awal mula Ritual Ruwatan berasal dari Batara Guru yang memiliki dua istri, yaitu Pademi dan Selir.

Baca Juga: Leher Panjang Menjadi Simbol Kecantikan Suku di Thailand Ini, Simak Tradisinya

Hasil pernikahannya menghasilkan dua anak bernama Wisnu dari Pademi, dan Batarakala dari Selir.

Saat kedua anak tesebut tumbuh dewasa, Batarakala menjadi anak yang jahat sampai pada titik memakan anak-anak.

Sifat Batarakala ini berasal dari hawa nafsu Batara Guru yan tidak dapat dikendalikan.

Baca Juga: Suku Korowai, Penghuni Rumah Pohon di Belantara Papua yang Hidup Berdampingan dengan Alam

Dahulu, Batara Guru dan Selir sedang mengarugi samudera dengan menaiki seekor sapi. Saat itu, Batara Guru ingin berhubungan suami istri dengan Selir namun di tolak yang berakhir jatuhnya air mani Batara Guru di tengah samudera.

Pada akhirnya dari kejadian tersebut muncul sosok raksasa yang bernama Batarakala.

Menurut legenda, Batarakala meminta makan manusia kepada Batara Guru.

Batara Guru pun menyetujuinya dengan satu persyaratan. Yaitu manusia yang dimakan adalah wong sukerta.

Wong sukerta adalah orang yang mendapat kesialan atau anak tunggal. Oleh karena itu, setiap anak tunggal harus melakukan Ritual Ruwatan agar terhidar dari kesialan.

Pelaksanaan Ruwatan harus terdapat sajen yang berisi makanan, bunga, dan benda lain seperti kemenyan, jenang, kain mori, padi, nasi, jajanan pasar, rujak, air tujuh sumber, batik, dan padi sebagai media komunikasi dengan makhluk ghaib.

Setelah sajen lengkap, akan dimulai denan penampilan wayang oleh dalang. Diharapkan dengan penampilan wayang diambil makna kehidupan yang baik.

Lakon yang ditampilkan adalah lakon khusus Murwakala atau Sudamala. Selama pelaksanaan Ruwatan, dalang akan melantunkan mantra-mantra yang diiringi oleh suara gamelan dan gending untuk menangkis bencana.***(Muhammad Arif)

Rekomendasi