

inNalar.com – Gelaran Sea Games edisi 2023 di Kamboja kali ini mendapatkan impresi yang sangat spesial dari peserta, manajemen tim, bahkan samai warganet mancanegara. Bukan dikarenakan kesan yang baik, akan tetapi karena kurangnya masksimalnya tuan rumah dalam protokol penyelenggaraan acara.
Dimulai dengan terbaliknya bendera Indonesia menjadi putih merah seperti negara polandia ketika prosesi pembukaan acara, masyarakat digital terutama warga negara Indonesia dibuat geram. Pasalnya negara merupakan lambang negara yang bahkan penggunaannya diatur dalam undang-undang.
Selain itu, dihapusnya beberapa cabang olahraga yang menjadi lumbung medali bagi timnas Indonesia turut diperdebatkan. Tidak hanya satu, Indonesia berpotensi kehilangan kesempatan mendapatkan medali dari panahan, kano dan kayak, rowing, menembak, bowling, catur yang totalnya mencapai 39 buah medali.
Baca Juga: Sulit Diterima! Medali pembalap sepeda Indonesia ‘Dirampok’ Negara Lain di SEA Games 2023
Cabor tersebut diganti dengan cabang olahraga tradisional dan nomor diluar Olimpiade dengan dugaan memudahkan tuan rumah untuk menjadi juara umum.
Tak selesai disitu, dari cabang sepakbola tersiar kabar bahwa fasilitas penunjang pemain tidak mencerminkan persiapan yang matang. Terlihat dalam akun resmi PSSI bahwa setiap tim hanya mendapatkan satu kursi plastik masing-masing pemain serta beberapa meja kayu untuk tempat meletakkan dan juga logistik.
Kemudian yang terbaru, prosesi penyerahan pedali pada cabor jalan cepat putra 20 km dilakukan tanpa penerangan yang memadai. Panitia penyelenggara menggunakan penerangan seadanya dari sorotan mobil yang didatangkan didepan podium.
Rentetan hal diatas menunjukkan keprihatinan warganet akan kesiapan dan persiapan Cambodia SEA Games Organizing Committee (CAMSOC) selaku panitia penyelenggara event internasional.
Padahal, menurut berbagai sumber, Kamboja mengelurkan dana sebesar Rp. 2,9 T atau 200 juta Dollar Amerika untuk mensukseskan acara akbar ini. Jumlah ini jauh diatas anggaran Vietnam yang hanya mencapai 69.3 juta Dollar Amerika pada edisi sebelumnya.
Perdana Menteri Kamboja, Hu Sen menjelaskan bahwa dana yang besar itu untuk meningkatkan popularitas Kamboja di mata dunia.
Dana tersebut juga dikabarkan menutup semua kebutuhan atlet peserta kompetisi selama penyelenggaran acara. Bahkan, sekolah di Kambojo diliburkan selama sebulan agar seluruh elemen bisa merayakan gegap gempita acara ini.
Namun naas. Bukan popularitas yang positif yang sejauh ini tercitrakan pada panitia penyelenggara acara. Kurang totalitasnya secara gamblang membuat wargatnet risih.
Potensi selanjutnya, mata dunia mungkin akan tertuju pada Kamboja. Tapi mereka akan berhati-hati akan noktah hitam inkompetensi dalam acara ini.***(Dadang Irsyam)