

inNalar.com – Sebagai suku tertua di Kalimantan Tengah, Suku Dayak mempunyai kebudayaan dan ritual khusus yang hingga kini tetap dilestarikan.
Ritual Tiwah adalah sejenis ritual memakamkan tulang-tulang yang sudah meninggal ke tempat peristirahatan terakhir yaitu ‘Sandung’.
Ritual ini dilakukan oleh suku Dayak, Kalimantan Tengah khusunya yang menganut kepercayaan Kaharingan atau Hindu Kaharingan.
Baca Juga: Satu-Satunya di Indonesia! Warga Desa Unik di Kalimantan Timur Ini Hidupnya Gak Napak Tanah
Ritual ini melibatkan sumber daya yang besar dan waktu penyelanggaraan yang lama. Oleh karena itu, disebut sebagai upacara kematian adat terbesar di Suku Dayak Ngaju.
Menurut kepercayaan Hindu Kaharingan, kata Tiwah berasal dari Bahasa Sangiang yang memiliki arti upacara penyucian dan pembebasan rok untuk memperoleh hidup baru.
Tiwah dipercaya dapat membawa arwah kepada Ranying Hatalla Langit. Ritual ini disebut sebagai penyempurna roh liau karahang tulang (unsur ibu) dan roh liau balawang Panjang (unsur bapak).
Baca Juga: Terpencil di KM 0 RI, Pulau Terluar Sulawesi Utara Ini Pernah Jadi Rebutan Filipina-Malaysia
Tradisi ini dalam prosesnya dilakukan dengan orang yang sudah meninggal dikuburkan sementara. Kemudian mayat tersebut dibongkar kembali dan dibakar hingga benar-benar tersisa tulang-tulang atau kerangka saja.
Tujuan ritual ini adalah untuk meluruskann perjalan arwah menuju lewu tatau atau surga. Lalu, bertujuan untuk melepas kesialan keluarga yang ditinggalkan (pali)
Disamping itu, Ritual Tiwah juga bertujuan untuk melepas gelar janda dan duda bagi yang ditinggalkan. Jika belum dilakukan ritual ini maka suami atau istri yang ditinggalkan tidak diperbolehkan untuk menikah lagi.
Baca Juga: Salah Tapak Pindah Alam! Desa Terpencil Klaten Ini Bertengger di Tengah Jurang Setinggi 1.158 Mdpl
Penganut kepercayaan Hindu Kaharingan percaya bahwa ritual merupakan kewajiban moral dan sosial karena jika Liau (arwah)tidak diantarkan melalui Tiwah, maka arwah akan terjebak di dunia dan tidak bisa mencapai surga.
Ritual tiwah diselenggarakan secara bertahap. Pertama, dilakukan sebelum upacara inti Tiwah yakni dengan mengumpulkan tulang belulang orang yang ditiwahkan.
Kemudian, jenazah yang masih utuh akan dipisahkan daging dan tulangnya.
Baca Juga: Terbengkalai 10 Tahun Lebih, Proyek Kota Mangkrak Rp1,2 Triliun di Lampung Kini Jadi Kebun Singkong
Setelah itu, upacara puncak ritual diselenggarakan selama 3 hari hingga 3 bulan.
Puncak upacara dilakukan dengan pembuatan Balai Pangun Jandau dan sangkaraya sandung rahung.
Lalu, hewan kerbau diikat di sangkaraya kemudian dilakukan tarian sakral atau manganjan.
Baca Juga: BRI UMKM EXPO(RT) 2025 Bersiap Support UMKM Tembus hingga Pasar Internasional
Setelah itu didirikan Tihang Mandera di dekat Sangkaraya. Tiang tersebut menjadi tanda kampung ditutup lantaran ada ritual ini.
Tahap selanjutnya adalah hewan kurban diikat di sapundu, lalu dikelilingi oleh tamu yang hadir.
Acara dilanjutkan dengan puncak upacara Tiwah, dimana para tamu menaiki rakit berisi sesaji.
Pada hari terakhir, arwah yang ditiwahkan akan melakukan perajalanan menuju Lewu Liaw.
Dalam perjalanan mereka diiringi dengan prosesi pengurbanan hewan dengan cara ditombak.
Terakhir, upacara diakhiri dengan dimasukannya tulang belulang dalam kain merah dan disimpan di sanding. *** (Ummi Hasanah)