Warisan Tradisi Ekstrem Desa di Pelosok Maluku: Saling Pukul dengan Sapu hingga Berdarah


InNalar.com – Terdapat banyak tradisi yang tersebar luas di Indonesia. Salah satunya adalah tradisi ekstrem yang ada di Maluku.

Tradisi Pukul Sapu adalah upacara adat Desa Malmala dan Morella yang ada di Maluku. Lokasinya berada di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah.

Biasanya tradisi ini dilaksanakan setip tanggal 7 Syawal setelah Idul Fitri. Kegiatan ini sudah berlangsung dari abad ke-16 saat masa penjajahan Portugis dan Belanda.

Baca Juga: Pulau Terpencil di Dunia, Daratan 121 KM Persegi yang Penghuninya Hidup dari Kasih Sayang Inggris

Tradisi Pukul Sapu menggunakan sapu lidi yang berasal dari pohon enau, yang biasanya dipakai untuk membersihkan halaman.

Bentuknya ramping dan kecil, namun batang sapu ini bisa menimbulkan rasa sakit jika dipukulkan ke tubuh, terutama tangan dan kaki.

Di Desa Morella, tradisi ini diikuti bukan hanya oleh orang dewasa atau pemuda, tetapi juga oleh anak-anak dalam sesi khusus. Jumlah peserta tidak ditentukan, tetapi disesuaikan dengan kondisi arena.

Baca Juga: Pesona Surga Indonesia Timur, Wisata Bahari Maluku Ini Pernah Menjadi Tempat Pengasingan Bung Hatta

Jumlah peserta dibatasi 60 pemuda yang bertelanjang dada, dibagi menjadi tiga kelompok masing-masing 20 orang.

Setiap kelompok terbagi lagi dalam dua regu, yang dibedakan berdasarkan warna celana pendek merah dan kuning, atau hitam dan kuning.

Sedangkan di Desa Mamala, satu kelompok pemuda terdiri dari 20 hingga 30 orang, dengan celana berwarna merah dan putih, karena arena yang lebih luas.

Baca Juga: Setengah Jam Dari Candi Borobudur, Terdapat Wisata Budaya Gunung Tidar di Kota Magelang Ini Penuh Misteri, Kok Bisa?

Sehari sebelum ritual, para peserta dikumpulkan di rumah adat masing-masing untuk menjalani upacara adat dan berdoa meminta perlindungan serta restu dari Sang Pencipta dan leluhur.

Dalam arena, peserta membawa dua ikat lidi mentah yang baru dipotong dari pohon aren. Seorang tokoh adat di kedua desa bertindak sebagai wasit yang mengawasi jalannya atraksi ini.

Ketika wasit meniup peluitnya, kelompok bercelana merah atau hijau mendapat giliran pertama untuk memukul kelompok bercelana putih atau kuning, dan bergantian saat peluit ditiup lagi.

Baca Juga: Taman Nasional Baluran Banyuwangi, Kepingan Sabana Afrika yang Membentang di Jawa Timur

Sabetan lidi yang berulang menyebabkan guratan merah di sekujur tubuh para pemain, dan tak jarang darah menetes akibat luka-luka.

Uniknya, para pemain tampak tidak mengerang atau menjerit kesakitan, justru mereka terlihat bersemangat dan ingin terus dipukul.

Para pemain mengaku tidak merasakan sakit meskipun tubuh mereka penuh memar dan luka.

Baca Juga: Buktikan Kejantanan Pria! Suku di Maluku Jadikan Kepala Manusia Sebagai Mas Kawinnya

Para peserta memiliki cara untuk menyembukan luka bekas sabetan. Yakni mengunakan getah dari pohon jarak.***(Muhammad Arif)

 

Rekomendasi