Cantik Itu Menyakitkan! Tradisi Kecantikan Penduduk Suku Ethiopia Ini Bikin Susah Ngomong

inNalar.com – Suku Mursi, yang juga dikenal sebagai Suku Omo, mendiami lembah dan tepi Sungai Omo yang berada di selatan Ethiopia, Afrika Timur.

Mereka diakui sebagai salah satu suku yang menarik di dunia, terutama karena tradisi unik para wanitanya yang mengenakan piringan di bibir.

Istilah beauty is pain cocok diberikan kepada wanita Suku Mursi ini. Bagaimana tidak? Bagi mereka, wanita dikatakan cantik jika bibir bagian bawah telah dilubangi dan dimasukkan piring atau benda bulat di sana.

Baca Juga: Pertangguh Kesigapan Tanggap Bencana, BRI Gelar Jambore Nasional Tim Elang Relawan BRI

Piringan bundar yang besar menggantung di bagian bawah bibir wanita Suku Mursi menciptakan penampilan yang unik.

Walaupun mungkin bagi sebagian orang, penampilan tersebut terlihat aneh atau menakutkan, tetapi bagi pria di sana, wanita dengan piringan tersebut dianggap sangat cantik.

Bahkan sudah sejak ratusan tahun yang lalu, piringan di bibir telah menjadi simbol kecantikan dalam budaya mereka. Bagi mereka, ornamen ini melambangkan kekuatan, harga diri, serta keberanian dan ketekunan.

Baca Juga: Mitos di Balik Tradisi Bau Nyale, Tradisi Unik Suku Sasak di Lombok Tengah Memburu Cacing

Banyak wanita Suku Mursi yang merasa bangga dengan piringan di bibirnya ini, Ia menganggap ini sebagai identitas diri mereka.

Tak jarang, untuk menambah keindahan, beberapa di antara mereka mengecat pelat bibir yang mereka pakai.

Pelat bibir atau cakram bibir ini umumnya. terbuat dari kayu atau tanah liat.

Baca Juga: Pulau Unik Bernama ‘Natal’ di Australia Ini Tak Hanya Dihuni Oleh Umat Kristen

Pada mulanya pelat ini hanya berukuran sekitar 4-5 sentimeter. Untuk memastikan pelat tersebut pas, biasanya dalam memasukkannya perlu mencabut dua hingga empat gigi.

Selain menjadi simbol kecantikan, piringan di bibir juga melambangkan kedewasaan dan kesiapan seorang wanita untuk menikah.

Menariknya, wanita tanpa piringan di bibir sering dianggap pemalas dan dapat terpinggirkan dalam kehidupan sosial mereka.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Jembatan Ikonik Senilai Rp1,8 Triliun di Jayapura, Salah Satunya Mejeng di Uang Pecahan Ini

Selain simbol terlihat cantik dan dewasa, ukuran piringan juga berhubungan dengan mas kawin. Semakin besar piringan, semakin tinggi mas kawin yang harus dibayar oleh pengantin pria.

Jadi, tak heran jika saat mengunjungi Omo Valley, Anda akan melihat banyak wanita Suku Mursi dengan piring di bibir mereka bahkan mencapai sekitar 10.000 orang

Piring yang mereka gunakan terbuat dari tanah liat, dengan diameter rata-rata 10 cm, bahkan ada yang mencapai 20 cm.

Baca Juga: Unik! Masyarakat Sunda Punya Beas Perelek, Tradisi Membantu Orang Lain yang Kesusahan

Lantas bagaimana cara memasukan piringan sebesar itu ke dalam bibir?

Untuk menjalani tradisi kecantikan ini, perempuan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya telah berusia antara 15 hingga 17 tahun atau telah mengalami pubertas.

Jika syarat tersebut terpenuhi, orang tua si gadis akan membuat lubang di bagian bawah bibirnya.

Ibu biasanya akan menyiapkan alat seperti pisau kecil yang tajam, sementara ayahnya bertugas menahan tubuh dan menutup mata gadis tersebut sambil menenangkannya.

Setelah itu, bibir bagian bawah akan ditarik dan dilubangi hingga tembus. Kemudian, dimasukkan batang bambu kecil di lubang tersebut.

Setelah beberapa hari, batang bambu kecil tersebut akan diganti dengan piringan berukuran kecil.

Seiring berjalannya waktu, piringan yang digunakan akan semakin besar, dan lubang di bibir akan semakin elastis.

Sehingga jika piringan dicabut, wanita Suku Mursi akan terlihat memiliki bibir yang bolong.

Setelah menikah, seorang wanita akan menggunakan piringan yang diberikan oleh suaminya.

Selain piringan dari tanah liat, wanita Suku Mursi juga sering mengecat wajah dan tubuh mereka, serta mengenakan berbagai hiasan seperti manik-manik, tanduk hewan, dan kain warna-warni.

Semakin banyak hiasan yang mereka kenakan, mereka merasa semakin menarik. Hal ini membuat mereka bangga untuk tampil mencolok dan unik.

Suku Mursi, yang terletak sekitar 438 kilometer dari Addis Ababa, ibukota Ethiopia, memiliki berbagai spekulasi mengenai asal-usul tradisi lempeng bibir ini.

Salah satu kepercayaan yang umum di kalangan mereka adalah bahwa tradisi ini muncul karena para pria dari beberapa suku ingin wanita mereka terlihat kurang menarik bagi pria asing, terutama selama masa perbudakan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa ini merupakan bentuk respons terhadap kolonialisme.

Meskipun banyak peradaban di dunia saat ini, tradisi lempeng bibir masih bertahan.

Mungkin bagi orang luar, penggunaan pelat bibir mungkin terlihat seperti menyiksa diri, tetapi bagi mereka yang menjalankan tradisi ini adalah bentuk ekspresi dan seni.

Tradisi melubangi bibir terus dilakukan oleh Suku Mursi dan diturunkan kepada generasi muda mereka.

Namun, beberapa orang cukup menyayangkan bahwa kini tradisi kecantikan yang unik dan misterius ini telah menjadi ladang bisnis terselubung.

Dikutip dari kumparan.com, lama kelamaan, karena orang-orang Mursi menyadari bahwa penampilan mereka dianggap unik dan menarik, mereka menjadikan penampilan mereka sebagai mata pencarian.

Bahkan, mereka pun mulai berbisnis foto dari tradisi mereka sendiri.*** (Aliya Farras Prastina)

Rekomendasi