

inNalar.com – Desa Tenganan Pegringsingan atau Desa Tenganan, sebuah desa kuno yang terletak di Kabupaten Karangasem di Bali Timur, Indonesia.
Salah satu tradisi yang masih dilestarikan di desa ini adalah Perang Pandan.
Oleh masyarakat Bali, Perang Pandan juga kerap disebut tradisi Mekare-Kare.
Baca Juga: 6 Kebiasaan Unik Suku Himba di Afrika Selatan, No 2 Pasti Kamu Terkejut dan No 5 Siap Geleng Kepala
Perang Pandan adalah tari perang yang bertujuan untuk menghormati Dewa Indra sebagai dewa perang dan dewa kesuburan.
Perang Pandan sering dilakukan di Desa Tenganan yang letaknya 17 km dari ibu kota kabupaten, Amlapura dan jaraknya 65 km dari Kota Denpasar.
Desa ini memiliki luas 917.200 hektar yang sebagian besar berada di perbukitan.
Baca Juga: Salah Satu Daerah di Jawa Tengah Ada yang Berjuluk Kota Cheater, Jangan-Jangan Kotamu?
Sejarah Perang Pandan, atau Mekare-Kare, memiliki asal-usul yang belum sepenuhnya terungkap karena kurangnya sumber tertulis yang mendalam tentang tradisi ini.
Salah satu penyebab utama hilangnya informasi penting mengenai sejarah dan tradisi Desa Adat Tenganan, Pegringsingan ini adalah terjadinya kebakaran yang melanda desa ini pada abad ke-19.
Kebakaran ini menghanguskan banyak dokumen berharga.
Baca Juga: Di Balik Salah Kaprah Tradisi Unik dan Nyentrik Saling Peluk Cium di Bali
Cerita yang beredar di kalangan masyarakat menyebutkan bahwa tradisi ini berakar dari pertarungan legendaris antara Raja Mayadenawa dan Dewa Indra.
Raja Mayadenawa, yang berasal dari keturunan raksasa yang menguasai Bali. Dirinya mengklaim sebagai dewa yang lebih unggul dibandingkan semua dewa Hindu lainnya.
Ia melarang masyarakatnya untuk melakukan upacara keagamaan. Tindakan ini membuat marah para dewa.
Dewa Indra, sebagai dewa perang, kemudian melawan Raja Mayadenawa. Raja Mayadenawa pun kalah dalam perang ini.
Pertarungan ini diyakini sebagai latar belakang tradisi Perang Pandan atau Mekare-Kare.
Makna yang terkandung dalam budaya Perang Pandan, atau Mekare-Kare, adalah ungkapan syukur masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan kepada Dewa Indra yang telah memberikan kesejahteraan dan ketentraman bagi mereka.
Selain itu, tradisi ini juga diharapkan dapat mendatangkan kebaikan, kesuburan, dan kemakmuran bagi desa.
Biasanya, pagi hari sebelum acara Perang Pandan dimulai, para remaja putra dan putri melakukan ritual dengan menghaturkan kelapa muda atau kuud ke puncak gunung di desa mereka.
Kemudian, remaja laki-laki akan mencari daun pandan yang berduri. Daun ini akan digunakan sebagai senjata dalam Mekare-kare.
Di sisi lain, remaja putri menyiapkan boreh. Boreh adalah ramuan tradisional yang akan digunakan untuk menyembuhkan peserta yang mengalami luka setelah pertarungan.
Menariknya, boreh yang dibuat mampu menyembuhkan luka akibat sayatan duri pandan, yang digunakan sebagai senjata utama dalam perang ini.
Senjata yang digunakan adalah daun pandan (Pandanus tectorius) yang dipotong sepanjang sekitar 30 cm, sementara tameng berasal dari bambu yang digunakan untuk melindungi diri dari serangan duri pandan lawan.
Setelah aba-aba diberikan oleh tetua desa, dua peserta perang maju ke arena. Mereka saling menyerang dengan menggunakan senjata daun pandan.
Perang akan dihentikan ketika salah satu peserta mengaku menyerah atau mengalami luka.
Setelah pertarungan, mereka kembali saling bersalaman, menunjukkan sikap persahabatan dan kegembiraan meski telah terlibat dalam ‘pertempuran’.
Setelah Perang Pandan selesai dan peserta yang terluka menerima boreh, prosesi dilanjutkan dengan megibung.
Ini adalah saat di mana masyarakat Desa Tenganan, Pegringsingan berkumpul dan berbagi makanan bersama, menikmati berbagai jajanan tradisional seperti sumping, pisang goreng, bantal, tape ketan, dan hidangan lainnya.
Megibung ini adalah simbol kekeluargaan. Acara ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa peserta mekare-kare tidak saling mendendam setelah ‘perang’, melainkan saling menghargai dan merayakan persatuan mereka.
Tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya ikatan sosial dan rasa kebersamaan di tengah komunitas.*** (Aliya Farras Prastina)