Sering Jadi Bahan Gosip, Begini Uniknya Tradisi Sunda di 3 Daerah Jawa Barat Ini

inNalar.com – Nyambungan adalah salah satu tradisi unik suku Sunda yang berasal dari kebiasaan masyarakat Baduy, yaitu gotong royong dalam bentuk saling sumbang di acara hajatan. 

Dalam tradisi ini, seolah ditekankan semangat timbal balik atau mirroring, bahwa memberi sesuatu bukan sekedar menyumbang, tetapi menyambung tali silaturahmi antar sesama. 

Nyambungan biasanya diselenggarakan pemilik hajat atau shohibul hajat, sebelum atau sesudah hajatan. Seperti pernikahan, khitanan, aqikahan dan sejenisnya. Sementara, sumbangan di luar momen tersebut, tidak termasuk. 

Baca Juga: Ini Dia 5 Kota Terpadat di Dunia, Daerah di Indonesia Masuk Daftar?

Hingga kini nyabungan masih dilestarikan. Terutama di beberapa tempat di Jawa Barat, seperti daerah sekitar Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, Garut dan lain sebagainya. 

Tamu Mendapatkan Pamulang
Uniknya, tamu yang menyumbang tidak pulang dengan tangan kosong. Ada Pamulang, atau bingkisan yang diberikan oleh tuan rumah, baik diserahkan langsung saat pamit atau diantarkan ke rumah tamu. 

Di beberapa daerah, jenis pamulang bervariasi sesuai kebiasaan setempat. Dahulu, pamulang berwujud “asakan” yaitu makanan berat, lengkap dengan nasi, lauk, dan makanan tradisional.

Baca Juga: Luasnya 11 Ribu Hektar, Desa di Kutai Kartanegara Ini Tak Bisa Dilewati Motor Apalagi Mobil Mewah: Kenapa?

Seperti Papais, Wajit, Hades, Ranginang dan lain-lain, yang kemudian disusun rapi dalam wadah anyaman berbentuk kotak, biasanya terbuat dari kayu, atau dikenal sebagai “Besek.”

Namun seiring berjalannya waktu, pamulang juga bisa berupa “Atahan,” yang bahan pokok seperti mie instan, minyak, atau beras. Disesuaikan dengan anggaran atau bahkan nilai amplop yang diberikan tamu.

Timbal Balik Lebih dari Sekedar Pamulang

Dalam praktiknya, terkadang Nyambungan tak sekadar transaksi sumbangan dan pamulang, tetapi berharap suatu saat pemberi sumbangan atau tamu, diperlakukan sama jika kelak mengadakan hajatan. 

Baca Juga: Mega Proyek Seluas 32 Hektare di Jawa Barat Ini Jadi Ladang Korupsi Anak Buah SBY

Setiap pemberian tamu biasanya dicatat oleh seorang pencatat sumbangan, mencakup nama, asal alamat, jenis sumbangan, status, serta hubungan dengan tuan rumah. 

Catatan ini berguna sebagai referensi untuk membantu menentukan pamulang dan mengingat pemberi sumbangan, jika kelak mengundang mereka dalam hajatan.

Sistem Gotong Royong dalam Masa Nyambungan
Di balik kemeriahan Nyambungan, semangat gotong royong semakin kuat terlihat. Ketika sebuah hajatan besar digelar, tetangga dan kerabat bersatu membantu persiapan acara. 

Baca Juga: Komitmen Perkuat Layanan Publik, BRI dan Ombudsman RI Berkolaborasi Gelar Sosialisasi Edukatif

Mereka bergotong royong mempersiapkan acara, mulai dari mengolah bahan makanan ringan maupun berat, membagikannya, menghidangkan hingga melayani tamu di hari puncak perayaaan. 

Beberapa orang memang menerima bayaran, tetapi kebanyakannya membantu dengan sukarela atau harapan mendapat dukungan serupa saat mereka mengadakan hajatan di kemudian hari. 

Filosofi Nyambungan dalam Kehidupan
Bagi masyarakat Sunda, Nyambungan adalah cerminan nilai sosial yang penting. Tindakan saling memberi dan menerima ini menciptakan hubungan yang saling mengikat, bahkan dianggap sebagai hutang sosial. 

Walaupun terkadang ada sisi negatif, seperti gosip atau ketidaksesuaian antara pamulang dan sumbangan, serta tindakan pamrih, hal ini umumnya dilakukan oleh segelintir orang. 

Di balik tradisi ini, esensi Nyambungan tetaplah menjaga silaturahmi dan menghidupkan semangat gotong royong, sebagai nilai luhur yang terus dijaga masyarakat Sunda.

Dalam ungkapan masyarakat Sunda, filosofi Nyambungan yang menarik, yaitu seperti halnya hidup “Alus Goreng Ge Diomongkeun,” artinya baik dan buruk berpotensi menjadi bahan gunjingan *** (Gita Yulia) 

 

Rekomendasi