Proyek Blok Masela Senilai Rp287 Triliun di Maluku Masih Mangkrak? Begini Nasib Produksi Gas RI hingga 2048

inNalar.com – Proyek Blok Masela, merupakan salah satu proyek gas alam terbesar di Indonesia yang dikembangkan oleh INPEX Masella Ltd. dan PT Pertamina Hulu Energi Masela.

Berlokasi di Pulau Nustual, Desa Lematang Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanibar, Maluku.

Berawal dari penemuan cadangan gas di Blok Masela dengan potensi produksi gas alam cair (LNG) yang signifikan.

Baca Juga: Kapasitas 150 Gbps, Meutya Hafid Pastikan Proyek Satelit SATRIA Ratakan Internet hingga Daerah 3T Indonesia

Membuatnya memiliki peran penting untuk meningkatkan pasokan energi nasional dan dapat mengurangi penggunaan impor energi.

Memiliki tujuan agar dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di Laut Arafura dengan kapasitas produksi yang cukup besar.

Dikutip oleh inNalar.com melalui migas.esdm.go.id, diharap dapat meningkatkan ketahanan energi atau persediaan gas alam yang stabil dan berkelanjutan.

Baca Juga: Dukung Inovasi Produk Kopi Aceh, Pemerintah Bangun Fasilitas Gedung Senilai Rp 100,3 Miliar

Untuk mendukung ketahanan energi nasional dan mencapai target produksi gas sebesar 12 bscfd, dengan pencapaian target Net Zero Emission.

Dan diharapkan dapat memroduksi cadangan gas sebesar 10.37 TCF sampai dengan tahun 2048.

Mendorong pertumbuhan ekonomi dengan investasi dan pembangunan infrastruktur yang nantinya akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta mendorong perkembangan ekonomi daerah sekitar.

Baca Juga: Investasinya Capai Rp 2 Triliun, Rumah Sakit Abdi Waluyo Siap Lengkapi Layanan Kesehatan Warga IKN

Dalam proses pembangunan saat ini masih dalam penyelesaian proses dokumen mengenai dampak lingkungan (AMDL).

Merupakan langkah esensial untuk dapat memastikan proyek dapat memenuhi regulasi lingkungan dan tidak ada dampak negatif bagi lingkungan.

Selain itu, juga menunggu surat pertimbangan dari Gubernur Maluku untuk pelepasan kawasan hutan yang akan diperlukan sebagai operasional.

Baca Juga: Jalan Tol Sepanjang 90 Km di Kalimantan Barat Siap Dibangun, Pontianak-Pelabuhan Kijing Bakal Makin Lancar!

Menjadi salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan kapasitas produksi mencapai 9,5 juta metrik ton per tahun (MTPA) Liquefied Natural Gas (LNG) sebesar 150 juta standar kaki kubik per hari gas pipa.

35.000 barel kondensat per hari dengan target operasionalnya pada kuartal IV 2029.

Pembangunan Lapangan Abadi Wilayah Kerja Masela ini memiliki nilai investasi sebesar Rp287,941 triliun.

Baca Juga: Negara Maju Ketar Ketir Gegara Megaproyek Ambisius RI Senilai Rp56 Triliun di Jawa Timur, Ini Penyebabnya

Kementerian ESDM sebagai penanggung jawab, perencanaan yang sudah dibuat dari tahun 2019 dan akan dimulai operasinya di tahun 2027.

Faktor Keberhasilan Proyek

Dengan adanya beberapa faktor dari keberhasilan pada Proyek Blok Masela, seperti dukungan pemerintah.

Kerjasama dengan operator dan mitra yang dapat memastikan semua aspek, mulai dari teknis, keuangan dan operasional akan dapat dikelola dengan efektif.

Penerapan komitmen dengan prinsip HSSE (Health, Safety, Security dan Environment) secara konsisten akan dapat membangun kepercayaan dan dukungan dari pihak yang terlibat.

Melakukan survei lapangan, yaitu proses yang sangat penting untuk memastikan tidak ada penundaan dalam suatu pembangunan. Memastikan semua persiapan dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang diberikan.

Terakhir adalah pengelolaan risiko yang baik, mengidentifikasi dari awal mulai dari lingkungan sosial dan operasional agar dapat berjalan tanpa hambatan.

Tantangan dan Hambatan Proyek

Adanya perubahan dalam skema pengembangan, Blok Masela yang rencana akan menggunakan Floating LNG (FLNG).

Lalu berubah menjadi LNG Onshore, hal ini akan menimbulkan tantangan, mulai dari penyesuaian desain teknis, kebutuhan infrastruktur dan peningkatan biaya.

Perubahan ini memerlukan waktu tambahan untuk mendapatkan persetujuan dan lisensi dari pemerintah karena dapat memicu penundaan jadwal pembangunan.

Harus memenuhi beragam regulasi, termasuk dari proses AMDAL yang memakan waktu, karena perlunya pengumpulan data lingkungan.

Pengembangan dokumen dan persetujuan dari pemerintah, jika terlambat pastinya akan menunda tahap konstruksi dan operasionalnya.

Dan terakhir adalah ketidakstabilan harga pasar dan ekonomi, hal ini dapat mengubah proyeksi pendapatan dan membuat investor ragu.***

Rekomendasi