

inNalar.com – Proyek tembakau, Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tetap berjalan meski tengah diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Kudus.
Target penyelesaian proyek tembakau berupa pembangunan gudang produksi rokok di lokasi tersebut tetap dijadwalkan rampung pada Desember ini.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kudus, Rini Kartika Hadi Ahmawati, menyatakan bahwa seluruh pekerjaan di proyek tembakau SIHT tetap berlanjut sesuai rencana.
Di atas lahan seluas 3,7 hektare ini, akan dibangun hingga 15 unit gudang produksi rokok, meskipun tahapannya harus menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Rini menambahkan bahwa ada lima pekerjaan di proyek SIHT yang ditargetkan selesai pada pekan ketiga Desember 2024.
Bahkan operasional SIHT direncanakan mulai pada tahun 2025. Proyek ini dikerjakan dengan kehati-hatian meskipun sedang dalam proses penyidikan.
Baca Juga: Diduga Ada Pelanggaran HAM, LBH Minta Status PSN Proyek PIK 2 Jakarta Dicabut
Proyek ini sempat mengalami kendala akibat dugaan korupsi pada salah satu bagian pekerjaan, yakni pengurukan tanah.
Dengan nilai anggaran sebesar Rp9,16 miliar, kini kasus korupsi tersebut sedang diselidiki oleh Kejari Kudus.
Meski proyek terus berjalan, perkembangan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pembangunan proyek tembakau SIHT tampaknya belum menunjukkan kejelasan lebih lanjut.
Baca Juga: Pulau Dewata Makin Epik! Bali Akan Punya Kereta Bawah Tanah, Investasi Proyeknya Capai Rp167 Triliun
Meskipun sudah memasuki tahap penyidikan dan sejumlah dokumen telah disita sebagai barang bukti.
Tim penyidik menjelaskan bahwa Kejari Kudus telah memiliki bukti yang cukup untuk segera memaparkan tersangka dalam kasus ini.
Namun publik masih menunggu kepastian lebih lanjut terkait kelanjutan penyidikan tersebut.
Kasus ini berawal dari proyek pengurugan tanah sebesar 43,2 ribu meter kubik, yang dicurigai telah dikorupsi karena adanya indikasi pelanggaran.
Riyanto, Ketua LSM Anak Bangsa Pejuang Pancasila (ABPP), mengkritik lambannya penanganan kasus oleh aparat hukum dan meragukan keseriusan mereka dalam menangani dugaan korupsi tersebut.
Riyanto juga menyebut bahwa Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM (Disnakerperinkop UMKM) pernah meminta pendampingan dari Kejari Kudus.
Baca Juga: Terowongan Bawah Laut Jerman Tembus ke Denmark! Tekor Biaya 7 Miliar Euro Tapi Proyek Tuai Kritik
Tetapi permintaan tersebut ditolak, sehingga menimbulkan tanda tanya terkait kelanjutan kasus ini.
Riyanto juga menegaskan bahwa jika belum ada perkembangan pasti hingga pertengahan November, ia akan mengirim surat ke Kejaksaan Agung untuk mempertanyakan kejelasan kasus ini.
Agar mendapatkan kepastian terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
Dalam proyek senilai Rp39 miliar ini, proyek ini didanai melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2023.
Di mana anggaran sebesar Rp9,16 miliar dialokasikan untuk pengurugan lahan.
Namun, pelaksana proyek CV Karya Nadika menyerahkan pekerjaan pengurugan ini kepada perusahaan berinisial SK dengan nilai Rp4,04 miliar.
Dimana mereka mengurangi harga satuan menjadi Rp93.500 per meter kubik. Kondisi ini tentu menimbulkan dugaan, bagaimana mengenai kualitas bahan yang digunakan.
Kasi Intel Kejari Kudus, Wisnu N Wibowo, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terkait kasus ini.
Lebih dari 20 saksi telah diperiksa, namun proses penyidikan sempat terhenti karena masih menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP.
Berdasarkan informasi yang diterima, Kajari telah melakukan perhitungan sendiri terkait dugaan kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
Meskipun sejumlah uang sekitar Rp 4,1 miliar telah dikembalikan ke kas negara, Henriyadi selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kudus menegaskan bahwa pengembalian uang tersebut tidak akan mempengaruhi kelanjutan proses penyidikan dan penindakan hukum.
Wisnu menambahkan bahwa untuk saat ini, pemeriksaan akan ditunda karena bertepatan dengan persiapan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.
Padahal sebelumnya, Henriyadi W. Putro, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Dwi Kurnianto, sempat menjanjikan bahwa penetapan tersangka dalam kasus SIHT akan diumumkan pada akhir Oktober 2024.
Penundaan pengumuman tersangka ini memicu spekulasi negatif di masyarakat terkait kasus korupsi proyek tembakau ini.*** (Aliya Farras Prastina)