Proyek PLTN di Indonesia Masih Sulit Realisasi Gegara Nimby Syndrome, Apa Itu?

inNalar.com – Pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik di Indonesia masih dapat penolakan masyarakat. Hal ini terjadi salah satunya karena Nimby Sydrome.

Teknologi nuklir sudah banyak digunakan oleh banyak negara sebagi sumber energi pembangkit listrik.

Karakteristik energi nuklir yang efisien menjadikannya opsi yang menjanjikan sebagai sumber energi listrik dalam skala besar.

Baca Juga: Lama Terkubur, Akhirnya Prabowo Bakal Wujudkan Pesan Soekarno Terkait Proyek Senilai USD 235 Miliar Ini

Selain itu, dalam penerapannya energi nuklir tidak menghasilkan emisi karbon dan bisa beroperasi kapan saja tanpa harus memperhatikan cuaca. Seperti PLTB yang mengandalkan angin, dan PLTS yang mengandalkan sinar matahari.

Dibalik semua kelebihan itu, PLTN masih kurang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Melansir dari Antaranews pada Senin, 18 November 2024 Mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menuturkan alasan kenapa PLTN masih dapat penolakan.

“Masyarakat punya prinsip Nimby (not in my back yard). Mereka bilang setuju nuklir, namun ketika soal pembangunan di halaman rumah, mereka menolak.” ujar Purnomo Yusgiantoro dalam sebuah diskusi.

Baca Juga: Proyek Terbengkalai Rp48 Miliar Disorot, Elektabilitas Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta 2024 Terguncang

Fenomena Nimby adalah sebutan kepada sekelompok orang yang menentang pembangunan yang memilki skala besar di komunitas mereka.

Isilah Nimby ini pertama kali muncul pada tahun 1970-an ketika sekelompok orang menolak pembangunan PLTN di Seabrook, New Hampshire, dan Midland.

Namun Nimby tidak hanya soal penolakan PLTN saja, bisa juga merujuk pada proyek pembangunan lain. 

Baca Juga: Ternyata Reaktor Nuklir Pertama di Indonesia Telah Dibangun Sejak 1965, Ini Sosok Pendirinya

Fenomena ini adalah salah satu alasan kenapa Indonesia masih belum bisa membangun PLTN.

Sudah banyak aksi penolakan yang terjadi yang menyangkut soal pembangunan PLTN di Indonesia.

Seperti yang terjadi di Kalimantan Barat dimana WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menolak pembangunan PLTN. Dan masyarakat Bangka Belitung yang secara tegas menolak PLTN dibangun.

Baca Juga: Mega Proyek Tenaga Nuklir Besutan Prabowo Subianto Bakal Digarap di Bangka Belitung?

Warga lokal di daerah tersebut menolak pembangunan PLTN karena merasa tempat tinggal mereka akan menjadi zona risiko.

Kekhawatiran ini tidak hanya mencakup potensi kecelakaan, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan lingkungan akibat limbah radioaktif.

Mereka juga khawatir pembangunan PLTN akan merusak ekosistem setempat serta memengaruhi mata pencaharian yang bergantung pada lingkungan sekitar.

Kekhawatiran pihak yang menolak juga dapat dipahami mengingat PLTN juga sempat mengalami kecelakaan yang membuat beberapa pihak menjad menolak.

Seperti saat peristiwa Three Mile Island (TMI) 1979, peristiwa Chernobly yang membuat daerah tersebut tak layak huni lagi, dan terakhir kebocoran reaktor Fukushima pasca tsunami Jepang 2011.

Namun perlu juga diingat bahwa teknologi saat ini sudah jauh berkembang sehingga akan membuat PLTN jadi lebih aman.

Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan juga memperburuk sikap Nimby.

Warga sering merasa bahwa proyek-proyek besar seperti PLTN dipaksakan oleh pemerintah tanpa mempertimbangkan aspirasi atau kebutuhan lokal.

Hal ini memunculkan rasa ketidakpercayaan terhadap otoritas, yang semakin menguatkan penolakan mereka.

Tanpa penjelasan yang jelas dan edukasi yang memadai, masyarakat lebih mudah terpengaruh oleh ketakutan yang belum tentu didasarkan pada fakta.

Namun, jika dikelola dengan baik, PLTN dapat menjadi salah satu pilar utama dalam upaya Indonesia mencapai netralitas karbon.

Pemerintah perlu memberikan edukasi komprehensif kepada masyarakat tentang teknologi nuklir dan manfaatnya bagi lingkungan, terutama dalam mengurangi emisi karbon.

Meskipun begitu, ada cara untuk mengurangi sikap Nimby ini. Salah satu langkah penting adalah memberikan edukasi yang lebih baik kepada masyarakat mengenai teknologi nuklir dan manfaatnya.

Transparansi informasi terkait keamanan dan pengelolaan limbah juga harus ditingkatkan untuk membangun kepercayaan.

Fenomena Nimby adalah tantangan yang kompleks, karena tidak hanya mencakup aspek teknis tetapi juga emosional dan sosial.

Demi meyakinkan masyarakat akan manfaat PLTN, pendekatan yang transparan, dan berbasis dialog sangat penting.

Dengan langkah-langkah ini, pembangunan PLTN tidak hanya dapat diterima sebagai solusi energi, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan bersama menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.***(Muhammad Arif).

 

Rekomendasi