

inNalar.com – Proyek nuklir jadi salah satu agenda yang perlu dioptimalkan oleh Prabowo Subianto, padahal dulunya Indonesia sudah memilikinya di era Presiden Pertama Indonesia Ir Seokarno.
Ir Seokarno adalah sesosok dibalik terciptanya reaktor nuklir pertama di Indonesia pada tahun 1965.
Reaktor Triga Mark II atau dikenal juga sebagai Triga 2000, diresmikan pada 20 Februari 1945.
Berlokasi di Bandung buatan dari General Electric (GE) yaitu pengusaha besar Amerika yang bergerak di berbagai bidang.
Seperti penerbangan, perawatan kesehatan, tenaga, energi terbarukan, industri digital, produksi aditif, modal ventura dan keuangan.
Kapasitas yang dimiliki oleh reaktor nuklir ini adalah 250 KWt, digunakan sebagai pusat pelatihan, riset dan produksi di berbagai keperluan. Seperti medis, industri dan penelitian.
Baca Juga: Proyek PLTN di Indonesia Masih Sulit Realisasi Gegara Nimby Syndrome, Apa Itu?
Kemudian di tahun 1971 era Presiden Seoharto dilakukan upgrading menjadi 1.000 KWt.
Kemudian di era Presiden Megawati juga dilakukan upgrade, karena kebutuhan produksi radioisotop semakin maju. Ditambah menjadi 2.000KWt.
Radioisotop merupakan unsur radioaktif, digunakan untuk bidang medis. Seperti memeriksa anatomi dan morfologi organ tubuh.
Sempat mengalami pemberhentian operasinya karena batang kendali reaktor nuklir sudah melebihi batasnya.
Yaitu ditahun 2011 sampai 2016, ini terdapat jumlah fraksi bakar yang bahannya melebihi yang ditentukan yaitu 50 persen.
Hal ini membuat Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) berusaha membuat batang kendalinya sendiri.
Baca Juga: Adopsi Teknologi Jerman, BJ Habibie Rupanya Pernah Bangun Reaktor Nuklir di Tangerang
Dengan menggunakan material dari dalam negeri dan melakukan penguatan struktur gedung pada reaktor nuklir.
Memiliki hasil yang cukup memuaskan dan beroperasi kembali pada 29 Mei 2017 setelah mendapatkan izin dari Bapeten.
Selanjutnya ada produksi lodium-131 yang banyak digunakan di bidang kesehatan, kedokteran nuklir seperti digunakan untuk terapi tyroid. Untuk saat ini status dari reaktor triga 2000 sudah tidak dioperasikan.
Pasalnya, BRIN telah memiliki reaktor yang kapasitasnya lebih besar di Serpong yaitu sebesar 30 MWth. Dan untuk Reaktor Triga 2000 kini digunakan untuk pendidikan yaitu wisata edukasi.
Langkah ini mencerminkan komitmen BRIN untuk memanfaatkan teknologi nuklir secara optimal dan edukatif.
Memastikan bahwa sumber daya ini tetap memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Perubahan ini tidak hanya memberikan manfaat ilmiah, tapi juga memperkaya pengetahuan publik mengenai teknologi nuklir di Indonesia.
Keberlanjutan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia tetap terjaga, meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai perkembangan teknologi tersebut.***