

inNalar.com – Pasokan sumber daya alam (SDA) di Indonesia semakin menipis, terutama energi fosil yang selama ini menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan industri dan transportasi.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia berencana mengembangkan sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menggunakan reaktor nuklir untuk menghasilkan panas yang kemudian dikonversi menjadi energi listrik.
Baca Juga: Ganyang Rp 225 Triliun, Jembatan Termahal ke-2 di Dunia Ini Bakal Satukan Pulau Jawa dan Sumatera
Dibandingkan dengan pembangkit tenaga berbahan bakar fosil seperti PLT Batubara dan PLT Gas, PLTN lebih efisien dalam hal penggunaan bahan bakar.
Misalnya, PLTN dengan kapasitas 1.000 MW hanya membutuhkan sekitar 33 ton uranium per tahun.
Sebagai perbandingan, PLT Batubara dengan kapasitas serupa memerlukan sekitar 2,1 juta ton batubara, yang berpotensi merusak lingkungan.
PLTN juga jauh lebih efisien dalam penggunaan lahan. Untuk kapasitas yang sama, pembangkit tenaga surya misalnya, memerlukan lahan hingga 25.000 hektar.
Di sisi lain, PLTN hanya membutuhkan area yang jauh lebih kecil untuk membangun fasilitasnya.
Melansir esdm.go.id pada Selasa, 19 November 2024, salah satu lokasi yang direncanakan untuk pembangunan PLTN adalah di Jepara, Jawa Tengah.
Baca Juga: Pengumuman Kelulusan SKD CPNS 2024, Ini Daftar Instansi Pusat dan Link Resmi Cek Hasilnya
Pemilihan Pulau Jawa sebagai daerah prioritas pembangunan PLTN tidak terlepas dari tingginya kebutuhan listrik di kawasan tersebut.
Saat ini, sekitar 37% penduduk Indonesia belum menikmati akses listrik yang memadai.
Pembangunan PLTN di Jawa Tengah diharapkan dapat mendukung pemerataan energi di seluruh Indonesia.
Meskipun PLTN memiliki potensi besar untuk menyediakan energi dalam jumlah besar dengan bahan bakar yang terbatas, ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah biaya pembangunan yang sangat tinggi.
Lebih lanjut, limbah radioaktif yang dihasilkan dari pembangkit ini membutuhkan pengelolaan jangka panjang dan aman.
Namun, meskipun risiko kecelakaan nuklir selalu ada, data menunjukkan bahwa risiko terhadap kesehatan akibat kecelakaan nuklir jauh lebih kecil dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan oleh kecelakaan dalam industri energi fosil.
Pemerintah Indonesia dan DPR kini sedang membahas rencana pembangunan PLTN ini melalui Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET).
Dalam RUU tersebut, energi nuklir dipertimbangkan sebagai salah satu sumber energi baru yang dapat membantu mengatasi ketergantungan pada energi fosil yang semakin menipis.
Pembangunan PLTN ini diharapkan akan menjadi solusi jangka panjang bagi kebutuhan energi Indonesia, terutama di masa depan, ketika sumber daya energi fosil semakin terbatas.
Pemerintah melihat beberapa lokasi yang potensial dalam pembangunan ini, salah satunya di Jawa Tengah.
Jepara dianggap paling aman karena struktur geologinya, tidak rawan gempa dan tsunami karena pantai utara tidak ada pertemuan lempeng bumi.
Selain di Jawa Tengah, lokasi strategis untuk pembangunan PLTN, yaitu Bangka Belitung dan Kalimantan Barat karena relatif stabil secara geologis.
Pembangunan ini akan dimulai setelah tahun 2025, direncanakan oleh Kementerian ESDM. Hal ini untuk lebih mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Meski demikian, DPR dan beberapa pihak yang lain menilai bahwa pembangunan ini harus dikaji ulang lagi dan membutuhkan uji kelayakan dan perencanaan yang lebih matang.***