

inNalar.com – Asa kurangi kemiskinan dengan kebijakan ekspor pasir laut disebut tidak akan pernah terwujud lantaran aturan tersebut kurang memerhatikan masyarakat pesisir.
Dengan garis pantai sepanjang 95.181 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua sedunia, tak ayal Indonesia dijuluki sebagai negara maritim. Pesisir Laut Jawa pun tak tertinggal menjadi bidikan kebijakan kontroversial ini.
Namun, pemerintah masih tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya terutama di pesisir pantai. Padahal dengan kekayaan laut dan produksi perikanan yang sangat besar seharusnya dapat menghasilkan ekonomi yang menjulang.
Belum selesai dengan isu kesejahteraan dan kemiskinan, pemerintah RI justru membuat keputusan untuk membuka kembali ekspor pasir laut. Kebijakan kontroversial tersebut dinilai akan memberikan dampak negatif baik bagi masyarakat pesisir ataupun negara.
Pengelolaan hasil sedimentasi di laut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 26 Tahun 2023 yang diharapkan dapat berkontribusi memberikan pendapatan bagi negara.
Jika mengingat dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, Pemerintah menilai tujuan utama dari dibuka kembalinya kebijakan ekspor pasir laut ini adalah untuk meningkatkan kesehatan laut melalui pengelolaan hasil sedimentasi laut.
KKP KepmenKP Nomor 16 Tahun 2024 menetapkan tujuh lokasi prioritas sebagai pertimbangan lokasi dan volume kegiatan ekspor. Tujuh lokasi yang menjadi prioritas untuk dieksplorasi sedimentasi lautnya di antaranya.
1. Kabupaten Demak
2. Kota Surabaya
3. Kabupaten Cirebon
4. Kabupaten Indramayu
5. Kabupaten Karawang
6. Selat Makassar, dan
7. Laut Natuna-Natuna Utara
Potensi volume yang dihasilkan diperkirakan mencapai 17,66 miliar meter kubik dengan estimasi kebutuhan dalam negeri sebesar 26,19 juta meter kubik.
Terlepas dari keuntungan ekonomi, faktanya kegiatan ekspor pasir laut justru akan memberatkan masyarakat. Kegiatan penambangan tersebut dapat mengakibatkan air laut menjadi keruh serta pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya. Hal tersebut berdampak pada kegiatan nelayan kecil karena produktivitas tangkapan laut dapat menurun akibat degradasi lingkungan laut tersebut.
Menimbang dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, kegiatan ekspor sedimentasi laut dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah tercapai.
Pertanyaannya, apakah kebutuhan pasir laut di dalam negeri sudah dipastikan terpenuhi? Mengingat di dalam negeri pasir laut ini sangat diperlukan untuk kegiatan reklamasi, pembangungan infrastruktur, sarana, dan prasarana.
Baca Juga: Baru Diresmikan, Mall Megah Senilai Rp843 Miliar di Jawa Barat Ini Malah Kena Protes Warga
Dari dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan ekspor sedimentasi laut tersebut, beberapa hal ini perlu digarisbawahi oleh pemerintah.
1. Memastikan kebutuhan pasir laut di dalam negeri telah terpenuhi, baik yang diperuntukkan untuk reklamasi ataupn keperluan pembangunan infrastruktur lainnya.
2. Memastikan eksplorasi lokasi penambangan tidak akan merusak lingkungan sekitar.
3. Perlu dilakukan pemetaan dan mitigasi lokasi penambangan yang beresiko mengandung B3.
4. Memastikan penerapan tarif yang sebijak mungkin untuk perusahaan local dan asing.
5. Memastikan kegiatan ekspor bukan semata-mata untuk mencari keuntungan tetapi juga harus memerhatikan kehidupan masyarakat sekitar pesisir dengan menjadi keberlanjutan dan kebermanfaatan ekosistem.
Jadi, yang perlu difokuskan dalam hal ini adalah kepentingan dan kesejahteraan masyarakat pesisir yang terkena dampak dari kegiatan ekspor tersebut. DPR RI mengklaim dengan pengawasan kebijakan yang masih relatif lemah ini, target tidak tidak akan tercapai dengan adanya kebocoran di mana-mana.
Rakyat akan jelas dirugikan karena justru sekelompok orang yang akan memanfaatkan keuntungan tersebut. Perekonomian rakyat pesisir juga tidak bisa hanya bergantung dari sektor tersebut.
Maka dari itu, tujuan pemerintah yang awalnya ingin mengurangi kemiskinan tidak akan pernah terwujud. Bak gali lubang tutup lubang, kemiskinan-kemiskinan baru akan muncul seiring berjalannya waktu.
Pajak Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tidak dapat dijadikan alasan jika tingkat kerusakan di laut tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan yang kemudian dapat mengancam kedaulatan negara. Penerapan PNBP tersebut juga dinilai tidak memihak masyarakat pesisir dan justru memberatkan.
Kebijakan ekspor pasir laut tersebut juga dinilai tidak transparan dan sangat minim partisipasi publik. Oleh karena itu, DPR akan meminta keterangan lebih lanjut terkait pengelolaan sedimentasi dan ekspor pasir laut. *** (Meyra Pangestika)