

inNalar.com – Di Aceh, isu terkait keberadaan guru honorer semakin mendapat perhatian, terutama menjelang Pemilihan Gubernur Aceh 2024.
Calon Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, yang akrab disapa Dek Fadh, mengungkapkan pentingnya memberikan perhatian serius terhadap nasib guru honorer, khususnya yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
Pada 22 November 2024 , dalam sebuah pertemuan dengan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Aliansi Honorer Nasional (AHN) Provinsi Aceh, Dek Fadh menyoroti fakta bahwa banyak guru honorer yang telah bekerja lebih dari 10 tahun tanpa adanya kepastian status.
Baca Juga: Menilik Maskot Pemilu Serentak 2024: Ketentuan Penggunaan, dan Makna
Bahkan, banyak di antaranya yang sudah mendekati usia pensiun namun masih berstatus honorer.
Miris karena mereka berkontribusi untuk mencerdaskan anak bangsa tetapi mereka juga harus menghadapi masalah kesejahteraan yang jauh di bawah standar.
Gaji yang diterima bahkan seringkali berada di bawah upah minimum regional (UMR), menjadikan kehidupan sehari-hari mereka penuh dengan kesulitan.
Dek Fadh menyerukan agar pemerintah segera mengangkat honorer yang sudah lama mengabdi menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tanpa melalui seleksi.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk penghargaan yang layak bagi mereka yang telah mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Selain itu, kebijakan ini juga dianggap sebagai solusi praktis dan keadilan sosial untuk meningkatkan taraf hidup para guru.
Menurut Dek Fadh, pengangkatan mereka menjadi PPPK tanpa tes tidak hanya memberikan kesejahteraan.
Tetapi juga memastikan bahwa guru yang memiliki pengalaman dan dedikasi tinggi tetap bisa berkontribusi dalam dunia pendidikan.
Menjadikan mereka PPPK dianggap jadi langkah yang penting untuk menjaga kualitas pendidikan di Aceh, mengingat banyak guru honorer yang berpengalaman bertahun-tahun.
Ketua DPW AHN Aceh, Marzuki, menyampaikan dukungan penuh terhadap ide Dek Fadh terkait pengangkatan guru menjadi PPPK dan mengajak pemerintah untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Marzuki mencatat bahwa saat ini ada sekitar 24.000 tenaga honorer yang terdaftar dalam Pangkalan Data BKN Pusat.
Padahal, sebagai daerah dengan status otonomi khusus, Aceh memiliki peluang untuk mengajukan regulasi khusus yang dapat menyelesaikan masalah tenaga honorer.
Salah satu langkah yang disarankan adalah menggunakan jalur khusus, seperti yang dilakukan oleh Papua. Hal ini dapat menjadi strategi yang efektif untuk memperoleh kebijakan yang lebih berpihak kepada para tenaga honorer di daerah ini.
Dalam upaya mencari solusi bagi tenaga honorer, penting juga untuk mempertimbangkan kualitas pendidikan ke depan yang diberikan kepada generasi penerus bangsa.
Tidak hanya soal memberikan penghargaan kepada guru yang telah lama mengabdi, tetapi juga memastikan bahwa kualitas pendidikan tetap terjaga.
Pendidikan yang baik memerlukan guru yang berkualitas dan profesional, yang tidak hanya memenuhi syarat administratif tetapi juga memiliki kompetensi yang mumpuni.
Sebagai profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan moral generasi muda, guru harus dipilih dengan cermat melalui proses yang objektif dan kompetitif.
Mengangkat guru honorer sebagai PPPK melalui seleksi yang ketat dapat berdampak pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada siswa.
Jangan sampai kebijakan ini hanya mengutamakan satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan jangka panjang dapat merugikan banyak pihak.
Pemerintah harus memastikan bahwa guru honorer tetap mendapatkan penghargaan yang layak tanpa mengorbankan kualitas pendidikan di Aceh.*** (Aliya Farras Prastina)