Kontra dengan Ambisi Prabowo Subianto, Aturan Ekspor Pasir Laut Dinilai Rugikan Potensi Karbon Biru Indonesia

inNalar.com – Presiden RI Prabowo Subianto baru-baru ini mengeluarkan kebijakan terkait ekspor pasir laut yang cukup kontroversial di mata banyak pemerhati lingkungan Indonesia.

Kebijakan ekspor pasir laut ini justru dinilai bertentangan dengan potensi karbon biru, yang notabene menjadi fokus proyek Prabowo Subianto dalam mengejar percepatan transisi energi bersih.

Sebagaimana diketahui, sumber daya alam memiliki peran penting dalam menyerap karbondioksida dan mendukung mitigasi perubahan iklim.

Baca Juga: Ini Daftar Instansi yang Tidak Berlakukan SKB Tambahan, Pejuang CPNS 2024 Bisa Fokus Pada Ujian CAT BKN Saja

Kebijakan ini dianggap merugikan potensi besar Indonesia dalam sektor perdagangan carbon dan kelestarian ekosistem laut.

Penting untuk diketahui, Presiden RI tengah realisasikan ambisi terbaru Indonesia dalam mengejar netralitas carbon pada tahun 2050.

Hal ini membutuhkan upaya besar dalam transisi energi, investasi pada energi terbarukan, serta perlindungan terhadap ekosistem alami yang mendukung penyerapan karbon, seperti karbon biru di ekosistem laut.

Baca Juga: Jadwal Seleksi Kompetensi PPPK Tahap 1 2024 Diumumkan Hari Ini, Eks THK-II dan Honorer yang Tedaftar Database BKN Wajib Tahu

Sebagai selingan informasi, karbon biru di sini dapat meliputi kawasan mangrove, lamun, dan rawa. 

Perlu juga diketahui, Indonesia sendiri membawa misi utama dalam praktik perdagangan karbon. Hal ini menjadi penekanan RI demi wujudkan target pemenuhan Nationally Determined Contribution (NDC).

Upaya pencapaian taget NDC ini 29% berasal dari usaha sendiri dan 41% berasal dari bantuan internasional, dilansir dari Indonesia Climate Change Trust Fund pada Selasa, 26 November 2024.

Baca Juga: Miris! Seorang Siswa SMK 4 Semarang Tewas Diduga Ditembak Oknum Polisi

Ekosistem ini memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan lingkungan serta mendukung ketahanan masyarakat pesisir, yang sebagian besar bergantung pada laut untuk mata pencaharian mereka.

Sayangnya, izin ekspor pasir laut justru berpotensi menghancurkan ekosistem ini.

Penambangan pasir laut dapat merusak habitat lamun, mangrove, dan terumbu karang, yang tidak hanya menurunkan potensi karbon biru tetapi juga mengancam keberlanjutan sektor perikanan dan perlindungan pantai dari abrasi.

Baca Juga: Pengakuan Suster Baim Wong Soal Kenzo dan Kiano Ogah Bertemu Paula Verhoeven

Menurut laporan Jejak Karbon, karbon biru di Indonesia memiliki kapasitas besar untuk perdagangan karbon internasional.

Potensi ini seharusnya dapat dioptimalkan sebagai salah satu solusi strategis untuk mencapai target bebas emisi.

Kebijakan ekspor pasir laut dinilai bertolak belakang dengan ambisi hijau Indonesia.

Baca Juga: Seleksi PPPK 2024 Ketat! Menpan RB Bocorkan Kriteria Honorer yang Pasti Diangkat Jadi ASN

Penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi kembali kebijakan yang mendorong ekspor pasir laut.

Kebijakan ini seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang yang lebih besar.

Oleh karena itu, untuk mencapai ambisi Indonesia menjadi negara bebas emisi pada 2050, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan lingkungan dan ekonomi berjalan selaras.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran krusial dalam menjaga ekosistem laut.

Pendidikan dan kesadaran lingkungan yang lebih tinggi akan membantu mengurangi praktik eksploitasi alam yang merusak, termasuk penambangan pasir laut.

Masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut juga harus dilibatkan dalam perencanaan kebijakan yang mengedepankan keberlanjutan ekosistem laut.

Pelindungan ekosistem laut sebagai sumber karbon biru sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologi sekaligus memanfaatkan potensi perdagangan karbon global.

Dengan melindungi karbon biru, Indonesia dapat meningkatkan peran strategisnya dalam mitigasi perubahan iklim sekaligus mendukung pembangunan ekonomi berbasis keberlanjutan. ***(Valencia Amadhea Christiyadi)

Rekomendasi