

Innalar.com – 30 Tahun yang lalu, Marsinah seorang aktivis buruh yang sedang memperjuangkan hak-hak kaum buruh dibunuh secara keji.
Tidak hanya dibunuh, Marsinah pun juga mendapatkan siksaan yang kejam bahkan diperkosa pada 8 Mei 1993.
Jenazah Marsinah ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan di daerah Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur pada 9 Mei 1993.
Kasus pembunuhan Marsinah ini termasuk salah satu pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia tepatnya saat era Orde Baru.
Marsinah merupakan seorang buruh pabrik di PT Catur Putra Surya (CPS) yakni sebuah perusahaan pembuat jam yang berada di daerah Sidoarjo, Jawa Timur.
Marsinah dibunuh lantaran ia terlibat dalam pergerakan dan aksi mogok buruh kala itu.
Lantas bagaimana sejarah dari tragedi pembunuhan Marsinah ini?
Pada awal tahun 1993, pemerintah mengeluarkan himbauan kepada pengusaha di Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.
Akan tetapi himbauan tersebut tidak dipenuhi oleh para pengusaha termasuk tempat kerja Marsinah, PT CPS.
Tentu saja hal ini menimbulkan serta protes dari para buruh yang menuntut kenaikan gaji pokok atau upah.
Pada tanggal 2 Mei 1993, Marsinah terlibat rapat untuk merencanakan unjuk rasa yang akan digelar di daerah Tanggulangin, Sidoarjo.
Lalu pada tanggal 3 Mei 1993, para buruh mengajak seluruh teman-temannya yang sedang bekerja untuk melakukan aksi mogok.
Akan tetapii aksi mogok tersebut berhasil digagalkan dan dicegah Koramil setempat yang turun tangan.
Keesokan harinya, para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.
Salah satu tuntutan buruh adalah kenaikan gaji pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250 per hari.
Tidak hanya kenaikan upah tetapi juga tunjangan sebesar Rp.550 per hari yang tetap bisa didapat meskipun para pekerja atau buruh absen.
Kemudian Marsinah ditunjuk sebagai 15 orang perwakilan yang akan melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Selanjutnya Marsinah pun masih telibat dalam perundingan-perundingan, sampai 5 Mei 1993.
Siang hari 5 Mei 1993 sebanyak 13 orang kawan Marsinah ditangkap dan digiring paksa ke Kodim Sidoarjo.
Baca Juga: Eks Pemain PSM Makassar Ditangkap Polisi Gegara Gebuk Sekuriti Karaoke dalam Kondisi Mabuk
Namun naas, ternyata 13 buruh tersebut dipaksa untuk mengundurkan diri karena dianggap menghasut pekerja lain untuk berunjuk rasa.
Selain itu, pemberhentian secara paksa ini dikarenakan telah menggelar rapat gelap.
Marsinah yang saat itu mencari keberadaan 13 orang temannya dan pada sekitar pukul 10 malam, Marsinah dinyatakan menghilang.
Baca Juga: Haji atau Umroh, Mana yang Lebih Utama? Habib Ja’far Beberkan Detail di Sini, Beserta Dalilnya
Setelah dinyatakan hilang akhirnya pada tanggal 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Berdasarkan hasil autopsi, Marsinah diketahui telah meninggal dunia pada satu hari sebelum jenazahnya ditemukan, yakni pada 8 Mei 1993.
Adapun penyebab kematian Marsinah adalah penganiayaan berat. Selain itu, Marsinah juga diketahui telah diperkosa.
Kasus kematian Marsinah ini timbul reaksi keras dari masyarakat juga para aktivis HAM.
Aktivis HAM membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan juga menuntut pemeintah untuk menyelidiki dan mengadili para pelaku pembunuhan.
Pada 10 November 1993, Presiden Soeharto meminta agar kasus Marsinah diusut tuntas dan Soeharto juga menekankan agar kasus pembunuhan Marsinah tidak ditutup-tutupi.
Di masa itu, banyak sekali kecurigaan bahwa pembunuh Marsinah adalah aparat keamanan kala itu
Sebelum Presiden Soeharto berpidato, pemerintah membentuk tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur pada 30 September 1993.
Beberapa nama ditangkap dan diinterogasi terkait dengan tewasnya Marsinah.
Delapan orang petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi. Salah satu orang yang ditangkap adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari, yang kala itu sedang hamil.
Baca Juga: Bus Masuk Jurang Guci Diduga Buntut Kejahilan Anak Kecil yang Tarik Tuas Rem TanganBaca Juga: Cetak 10 Gol Lewat Sundulan di Liga Inggris, Kepala Hari Kane Lebih Gacor Dari Kaki Darwin Nunez?
Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga turut ditangkap dan diinterogasi. Orang-orang yang ditanggap itu diketahui menerima siksaan berat, baik secara fisik ataupun mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.
Tim Terpadu telah menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Dari hasil penyelidikan itu disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.
Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara.
Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.
Akan tetapi, Yudi Susanto kala itu kukuh menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dirinya hanya menjadi kambing hitam.
Ia kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyakan bebas. Para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman juga naik banding hingga mereka dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.
Putusan Mahkamah Agung tersebut tentu mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.
Para aktivis terus menyuarakan tuntutan agar kasus pembunuhan Marsinah diselidiki dengan terang dan kecurigaan terhadap keterlibatan aparat militer diungkap.
Marsinah meninggal di usia yang masih muda yakni 24 tahun, beliau lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.
Marsinah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan sedari kecil Marsinah sudah terbiasa bekerja keras.
Baca Juga: KMP Royce 1 Terbakar di Laut Merak Banten, Seperti Apa Spesifikasinya? Simak Penjelasan Berikut
Sampai pada akhirnya Marsinah bekerja di PT CPS pada tahun 1990 dan selama bekerja di PT CPS, Marsinah terkenal sebagai aktivis buruh dalam organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Itulah sejarah dan kisah hidup seorang Marsinah, satu nama yang sampai saat ini dikenal sebagai simbol perlawanan kaum buruh.***(Galih Nur Wicaksono)