

inNalar.com – PT Bumi Resources Tbk, salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, terus menjadi sorotan publik. Berbasis di Kalimantan Timur (Kaltim), perusahaan ini sempat memikul beban utang besar hingga mencapai Rp89,9 triliun pada 2014, menempatkannya di tengah berbagai kontroversi.
Utang jumbo PT Bumi Resources bermula sejak krisis moneter 2008. Untuk mempertahankan ekspansi bisnis, perusahaan ini terus mencari pendanaan besar, tetapi dampaknya adalah akumulasi utang yang memberatkan. Beban utang ini menjadi puncaknya pada 2014 dengan nominal fantastis hampir Rp90 triliun.
Selain masalah utang, PT Bumi Resources juga diterpa tuduhan serius. Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding perusahaan ini telah merugikan negara hingga USD 1,22 miliar berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), laporan keuangan perusahaan, dan data dari Ditjen Minerba ESDM.
Baca Juga: BRI Dorong UMKM Menuju Ekosistem Digital dengan QRIS MDR 0%
Dalam laporannya, ICW mengungkap dua temuan utama:
– Dana Hasil Penjualan Batu Bara (DHPB): Perusahaan diduga belum membayarkan kewajiban sebesar USD 751,35 juta.
– Kekurangan Pembayaran Pajak: Total pajak yang diduga belum dibayarkan mencapai USD 477,29 juta.
Baca Juga: Cara Menulis Latar Belakang Penelitian Skripsi Kualitatif yang Menarik, Dijamin Dosbing Auto ACC!
Pihak perusahaan, melalui Senior Vice President Investor Relations Dileep Srivastava, telah membantah semua tuduhan ini.
Kontroversi lain mencuat saat PT Bumi Resources disebut-sebut terlibat dalam kasus Gayus Tambunan, mantan pejabat pajak yang terjerat kasus korupsi.
ICW menduga adanya aliran dana dari tiga perusahaan di bawah Bakrie Group, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Resources, ke Gayus. Namun, klaim ini juga dibantah oleh perusahaan.
Baca Juga: Kronologi Runtuhnya Rezim Presiden Bashar Al Assad, Benarkah Pertanda Titik Balik Konflik Suriah?
Salah satu isu paling sensitif adalah dugaan bailout yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan ini. Rumor ini berawal dari rencana tiga emiten BUMN membeli saham PT Bumi Resources, yang memicu dugaan adanya intervensi negara untuk membantu perusahaan melunasi utang.
Namun, Hatta Rajasa, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara, membantah tudingan tersebut. Menurutnya, transaksi yang terjadi murni bersifat Business to Business (B2B) dan bukan bailout.
Terlepas dari berbagai kontroversi, PT Bumi Resources berhasil melunasi utang besar tersebut hingga mencapai angka nol. Hal ini dicapai melalui langkah-langkah strategis, termasuk:
1. Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD): Perusahaan menerbitkan saham baru untuk menambah modal.
2. Konversi Utang Menjadi Saham: Langkah ini memungkinkan perusahaan mengurangi beban utang dengan mengubahnya menjadi ekuitas.
Kisah PT Bumi Resources menjadi pengingat penting tentang risiko manajemen utang dalam dunia bisnis. Perusahaan besar sekalipun bisa terjerat dalam kesulitan finansial jika tidak bijak dalam mengelola pendanaan.
Meski berhasil melunasi utang, reputasi perusahaan masih dibayangi oleh kontroversi masa lalu. Transparansi dan tata kelola yang baik akan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik di masa mendatang.