

inNalar.com – Tidak jauh dari Kabupaten Berau, terdapat kampung unik di pedalaman hutan Kalimantan Utara (Kaltara) yang akan membuatmu tercengang.
Keunikan kampung ini bukan hanya soal permukiman mereka yang mempelosok di belantara hutan Kalimantan Utara.
Namun juga karena kebiasaan mereka yang masih mengadopsi kehidupan manusia purba. Apakah bisa terbayangkan?
Jika kita mengira bahwa kebiasaan berburu dan meramu hanya terjadi di zaman batu tua atau Paleolithikum, kini persepsi itu sebentar lagi akan berubah.
Sebab kebiasaan tersebut masih dilestarikan secara turun-temurun oleh para penghuni suku rimba di pedalaman hutan kaltara ini.
Keberadaan mereka berada dalam pantauan Yayasan Konservasi Alam Nusantara karena diyakini hanya tersisa mereka lah yang masih mengadopsi kehidupan manusia purba.
Kehidupannya yang mirip kebiasaan manusia purba inilah yang membuat penghuni kampung unik ini dinobatkan sebagai suku rimba terakhir Kalimantan.
Demikian diungkap oleh seorang Jurnalis Awwaludin Jalil melalui dokumentasi jurnalistik yang diunggahnya melalui akun YouTube pribadinya.
Menuju Kampung Paling Unik di Kalimantan Utara (Kaltara)
Perlu diketahui, akses menuju desa ini tidak semudah bayangan. Dari Bandara Kalimarau di Kabupaten Berau, kita perlu menempuh perjalanan darat selama 3,5 jam menuju Sungai Sajau.
Dari Berau menuju Sungai Sajau, sesampainya di sana akan ada beberapa perahu kayu milik warga lokal yang akan mengantarkan kita menuju Kampung Punan Batu.
Sebagai informasi, Desa Punan Batu terletak di pedalaman Gunung Benau persis di samping lintasan panjang Sungai Sajau, Kabupaten Bulungan, Kaltara.
Baca Juga: Mengenal Figur Inspiratif Lokal BRI Saiban, Sosok Penggerak Sejumlah UMKM di Ponorogo
Kehidupan Unik Suku Rimba Terakhir Kalimantan
Sesampainya di bantaran sungai desanya, kita dapat langsung melihat sebuah rumah panggung berbahan kayu ulin khas tempat tinggal penduduk Kalimantan Utara.
Tidak jarang pula kita diperlihatkan sederetan pondok atau yang disebut oleh warga lokal di Kalimantan Utara ini dengan kata ‘lapo’, beratapkan terpal ala kadarnya dan tanpa dinding penutup.
Sekilas tidak ada yang berbeda, penduduk kampung pun fasih berbahasa Indonesia. Namun yang menjadi sangat unik adalah bagaimana mereka dapat bertahan hidup di hutan Kaltara ini.
Setiap harinya akan menjadi kejutan bagi para penduduknya. Pasalnya, prinsip ketika mereka berangkat ke hutan adalah bukan untuk mencari apa yang mereka butuhkan, tetapi lebih kepada apa yang akan diberikan alam kepada mereka di hari itu.
Aktivitas membelah kayu dengan kapak menjadi hal biasa, mengingat mereka pun masih mengolah makanan mereka secara tradisional.
Pagi berangkat berburu ke tengah hutan dan sorenya kembali untuk meramu dan mengolah hasil buruan mereka.
Makanan yang penduduknya konsumsi di hari ini adalah hasil buruan mereka di hari kemarin, sedangkan hasil buruan hari ini akan menjadi penguat hidup mereka di keesokan harinya.
Alat Berburu ala Manusia Purba
Tombak panjang dengan ujung pisau yang tajam menjadi pegangan mereka selama berburu di tengah hutan.
Hampir seluruh anggota keluarga lintas generasi umur secara kompak berangkat untuk bersama mencari hewan buruan dan tanaman yang dapat dikonsumsi mereka pada hari itu.
Perlengkapan pisau panjang pun tidak ketinggalan, siapa tahu pada hari itu mereka dapat menemukan tanaman umbi-umbian yang perlu digali hingga ke akar-akarnya.
Baca Juga: 2025 Rezeki Warga Palembang Ngalir! UMR Sumatera Selatan Makin Tinggi, Bakal Naik Jadi Segini
Ada kebiasaan unik yang mereka lakukan setiap kali menemukan umbi-umbian di hutan.
“Mereka akan memeriksanya terlebih dahulu apakah umbi yang mereka temukan ini layak makan atau tidak,” dikutip dari Narasumber YouTube Awwaluddin Jalil.
Meninggalkan Tanda Khusus di Tengah Hutan
Tatkala penduduk kampung unik ini menemukan sebuah kawasan hutan dengan berlimpah makanan yang layak dikonsumsi beberapa hari ke depan, mereka akan meninggalkan sebuah tanda.
Tanda yang akan mereka tinggalkan biasanya berupa sayatan pisau di salah satu batang pohon. Hal ini dilakukan agar mereka dapat ingat kembali jalan menuju kawasan ‘emas’ mereka.
Selain itu, warga lokal pun meyakini bahwa suatu saat nanti tanaman yang mereka ambil akan tumbuh kembali dan mampu menjadi sumber penghidupan mereka di waktu yang akan datang.
Sosialisasi ala Suku Rimba Terakhir Kalimantan
Perlu diketahui, kampung yang serupa dengan Desa Punan Batu tidak hanya berada di pinggiran Sungai Sajau saja.
Baca Juga: 2025 Nanti UMR Provinsi Aceh akan Naik! Intip Prediksi UMK 23 Kabupaten/Kota Terlengkap dan Terbaru
Komunitas rimba di pedalaman hutan Kaltara pun ada yang tinggal di tengah hutan, bahkan tersembunyi di Goa Karst sekalipun.
Para penduduk suku rimba terakhir Kalimantan ini saling mengenal, koneksi erat susah senang bersama membentuk ikatan emosional mereka.
Tidak jarang antar kampung saling berkunjung di tengah kesibukan berburu mereka. Total penduduk suku rimba ini pun memang tinggal tersisa 100 orang saja.
Baca Juga: Segini Prediksi UMR di 19 Kabupaten/Kota Sumatera Barat 2025: Padang, Solok, hingga Pasaman
Hewan peliharaan yang dekat dengan mereka bukan hanya anjing penjaga, tidak jarang Kuhung pun disayang oleh para penduduknya.
Kuhung berfisik seperti sayap kelelawar, matanya belok besar, dan kulitnya sedikit berbulu dan telinganya pun mungil.
Inilah kehidupan unik suku rimba terakhir di Kalimantan Utara yang pola aktivitasnya masih melestarikan budaya manusia purba zaman batu tua.***