

inNalar.com – Sebagai salah satu daerah yang kental akan budayanya, Jawa Tengah kerap kali menjadi kawasan rujukan untuk dikunjungi oleh para wisatawan.
Berbagai macam tempat wisata budaya dapat ditemukan dengan mudah di Jawa Tengah, salah satunya berada di Kota Solo.
Sebagai bagian dari Jawa Tengah, Solo atau yang dikenal juga sebagai Surakarta, memang menyajikan tempat-tempat bersejarah nan lekat akan budaya yang sangat menarik untuk dikulik.
Misalnya, Pasar Hardjonagoro atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Gede Solo.
Salah satu destinasi wisata yang populer untuk dikunjungi oleh warga lokal maupun pelancong ini memang memiliki pesona budaya yang unik dan tak biasa.
Bagaimana tidak, Pasar Gede Solo tersebut berdiri atas dua bagian bangunan berseberangan yang dipisahkan oleh Jalan Sudirman.
Baca Juga: Berasa di Timur Tengah! Kepulauan Riau Punya Wisata Gurun Pasir Mirip Arab Versi Punya Telaga!
Dikutip oleh inNalar.com dari website resmi pemkot Surakarta, bangunan Pasar Gede Solo didirikan pada tahun 1927 oleh Ir. Herman Thomas Karsten, seorang arsitek asal negeri Belanda.
Setelah pembangunan yang menghabiskan biaya sekitar 650.000 Gulden tersebut rampung, Pasar Gede Solo kemudian diresmikan oleh Pakubuwono X pada tanggal 12 Januari 1930.
Pasar dengan luas 6.623 meter persegi dan terletak di Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah tersebut lantas dinobatkan menjadi pasar tertua yang ada di Kota Solo hingga sekarang.
Menurut beberapa sumber sejarah, pada saat Keraton Surakarta sedang berjaya, Pasar Gede ini sempat menjadi pusat ekonomi di Surakarta.
Hal tersebut dapat dibuktikan melalui lokasi berdirinya bangunan Pasar Gede yang dinilai cukup dekat dengan pusat pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta di masa itu.
Pasar Gede menjadi salah satu saksi bisu pergantian masa pemerintahan dan diperkirakan sudah berusia ratusan tahun lamanya.
Meskipun bangunan resminya baru berdiri di abad 20, namun sumber-sumber sejarah menyatakan bahwa tempat bernilai estetika ini telah ada sejak Keraton Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II pada tahun 1745.
Sementara itu, penamaan “Gede” sendiri mengacu pada bentuk bangunannya yang menyerupai benteng di pintu masuk istana dengan atap besar nan megah.
Sedangkan pemberian nama “Hardjonagoro” diambil dari nama seorang keturunan Tionghoa dengan gelar KRT Hardjonagoro dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.***