110 Ekor Hiu Paus di Sumbawa Terancam Punah, Benarkah Ekowisata Hiu Paus Justru Membahayakan Hewan Jinak Itu?

inNalar.com – Ekosistem Pariwisata Hiu Paus yang dilakukan di di Teluk Saleh, Desa Labuan Jambu, Kecamatan Tarano, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap sebanyak 110 ekor Hiu Paus akan terancam punah.

Diketahui, keberadaan hiu paus di Teluk Saleh ini telah memberikan dampak ekonomi terhadap industri pariwisata masyarakat setempat selama 5 tahun terakhir.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Konservasi Indonesia (KI), nilai ekonomi ekowisata hiu paus berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat desa Labuan Jambu.

Baca Juga: Surganya Kuliner dan Brand Fashion! Mall Terbesar di Provinsi Lampung Ini Luasnya 50.000 M2, Kaki Auto Pegal!

Tepat satu tahun setelah dibukanya ekowisata pada tahun 2018, minat yang dikeluarkan wisatawan untuk melihat hiu paus mencapai Rp 327 juta pada tahun 2019.

Dampak ekonomi langsung terhadap penduduk desa Labuan Jambu pada tahun 2019 sebesar 47%. Sedangkan dampak ekonomi tidak langsung sebesar 38% dan dampak ekonomi selanjutnya sebesar 15%.

Hal ini menegaskan bahwa pariwisata mempunyai dampak ekonomi yang signifikan, tidak hanya di dalam daerah tetapi juga di luar daerah.

Baca Juga: Kampung Naga di Tasikmalaya Jawa Barat, Filosofi Hidup Sederhana dari Warganya Demi Menjaga Kelestarian Alam

Data menunjukkan wisatawan darat yang mengunjungi hiu paus di Teluk Saleh memberikan dampak ekonomi sebesar Rp 96 juta di kota Sumbawa.

Sedangkan wisatawan yang menggunakan transportasi udara untuk mencapai Sumbawa menghasilkan transaksi tiket pesawat hingga Rp 180 juta per tahun.

Angka tersebut belum termasuk wisatawan di luar negeri, di Desa Labuan Jambu yang diperkirakan mencapai Rp 17,74 miliar.

Lalu apakah punahnya hiu paus merupakan dampak dari ekosistem pariwisata itu sendiri?

Hiu paus memiliki badan yang besar, penuh bintik-bintik putih mulai dari kepala, sirip hingga ekor. Mulutnya lebar, selebar kepala.

Baca Juga: 4 Rekomendasi Wisata Menarik di Kalimantan Timur, Nikmati Pesona Keindahan Ribuan Jenis Ubur-Ubur Langka

Tidak jarang hiu paus (Rhincodon typus) lewat di bawah perahu nelayan. Megafauna ini dengan anggunnya berenang beberapa meter di bawah permukaan laut.

Di Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, keberadaan hiu paus menarik puluhan ribu wisatawan setiap tahunnya.

Mereka bisa berenang bersama hiu paus atau sekedar mengamati hewan besar ini dari atas perahu yang berenang di air laut yang jernih.

Baca Juga: Rugikan Negara Rp 8,8 Miliar, Proyek Pembangunan Ikon Kalimantan Barat Gagal Dilakukan hingga Mangkrak

Meski termasuk dalam keluarga hiu, makhluk ini tidak menggigit atau mengunyah makanan. Hiu unik ini menyaringnya seperti ikan paus kebanyakan.

Konon, hiu paus adalah makhluk yang dijinakkan. Meski begitu, mereka tetap merupakan satwa liar yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013.

Karena mereka dijinakkan, banyak pengunjung yang tidak keberatan berenang di dekat mereka. Bahkan ada yang sengaja menyentuh tubuhnya saat merekam dengan kamera.

Bagi mereka, merupakan suatu kebanggaan bisa menyentuh dan bermain dengan makhluk luar biasa ini dan mengunggahnya ke media sosial.

Baca Juga: Jabar Waste to Energy, Berteknologi RDF dengan Anggaran Dana Rp 4 Triliun, Solusi Pengelolaan Sampah?

Meski interaksi yang terlalu dekat justru bisa membuat hiu paus stres dan kehilangan nafsu makan.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas wisata telah mempengaruhi perilaku alami mereka. Para peneliti mencatat perubahan perilaku ketika hiu paus didekati oleh perenang dan perahu.

Perilaku yang berhubungan dengan stres (kewaspadaan, perubahan arah, menyelam, dan akselerasi) lebih sering terjadi setelah gangguan dibandingkan sebelumnya.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa hiu paus menunjukkan sikap hati-hati ketika didekati oleh manusia dan perahu.

Baca Juga: Perlu Anggaran Rp 80 Miliar, Proyek Pembangunan Puskesmas di Sulawesi Selatan Sudah Mangkrak 3 Tahun

Mereka juga semakin tertekan dengan adanya kedua sumber gangguan tersebut. Frekuensi makan mereka juga berkurang bila ada gangguan dari perenang dan perahu.

Dalam jangka panjang, hal ini akan mempengaruhi asupan energi, sehingga berpotensi mengurangi hasil reproduksi atau kelangsungan hidup di masa depan. Tren populasi lokal mungkin menurun.

Terdapat beberapa Penelitian sebelumnya yang mengaitkan penurunan populasi hiu paus dengan aktivitas ekowisata di beberapa lokasi.

Baca Juga: Peras Anggaran Rp 3,9 Miliar, Proyek Pembangunan di Sulawesi Selatan Gagal Dilakukan, Penyebabnya…

Ada informasi mengenai praktik memberi makan hiu paus untuk menjinakkannya di depan wisatawan, sehingga membentuk kebiasaan buruk.

Intinya, hiu paus adalah hewan nomaden. Memberi makan ikan telah mendorong beberapa orang untuk tetap tinggal. Hal ini telah diamati di Filipina dan Indonesia.

Sebuah penelitian di Filipina menemukan bahwa sekitar 150 hingga 400 kg cangkang udang disebar setiap pagi untuk menarik hiu paus ke permukaan bagi wisatawan.

Atraksi ini menyebabkan hiu paus lebih sering makan sambil berdiri, meski hal ini juga dilakukan secara alami. Namun secara keseluruhan, hal ini meningkatkan energi yang dikeluarkan oleh hiu paus.

Hiu paus mulai lebih sering berenang, lalu menyelam lagi dan lebih sering mengibaskan ekornya untuk bergerak.

Baca Juga: Kapasitas 7,5 Juta Peti Kemas! Pelabuhan di Jawa Barat Ini Habiskan Rp 43 Triliun, Kalahkan Tanjung Priok?

Para peneliti mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan aktivitas tersebut tidak menurunkan kondisi fisik hiu paus yang terancam punah.

Penelitian lain mengungkapkan hasil yang sedikit berbeda. Kegiatan ekowisata di sana tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku alami hiu paus. Contoh kebiasaan migrasi.

Hal ini mungkin terjadi karena operator ekowisata mempunyai prosedur yang ketat. Misalnya perenang tidak berdiri atau bersepeda, menjaga jarak 3 meter dari hiu paus, dan tidak mengambil gambar dengan flash.

Meskipun aturan ini juga berlaku di beberapa tempat. Namun, aturan ini tidak diterapkan secara ketat. Pada saat yang sama, pengawasan pihak berwenang dinilai lemah.

Baca Juga: Perbaikan Gedung DPRD Sulawesi Selatan Habiskan Rp 6 M, Apa Saja yang Perlu Dibenah, Bisa Tebak?

Hiu paus adalah ikan terbesar di dunia. Panjangnya bisa mencapai 20 meter. Ukuran sebenarnya bahkan lebih kecil dibandingkan paus biru, makhluk laut terbesar yang bisa tumbuh hingga panjang 33 meter.

Tapi paus biru bukanlah ikan. Ini diklasifikasikan sebagai mamalia. Hiu paus bernapas melalui insang seperti kebanyakan ikan, sedangkan paus biru bernapas melalui paru-paru.

Ikan spektakuler ini juga mempunyai mulut yang luar biasa lebar. Hiu paus dewasa memiliki lebar mulut sekitar 1,5 meter, dengan deretan gigi kecil yang panjangnya kurang dari 6 mm, jumlahnya bisa mencapai 3.000.

Meskipun hiu paus diperkirakan juga mencari makan di dasar laut, mereka lebih sering terlihat mencari makan di permukaan.

Untuk melakukan ini ia bisa menyedot air dari mulutnya. Hiu paus dapat menyedot 1.585 galon air per jam, atau hampir 6.000 liter per jam.

Plankton, ikan-ikan kecil, dan udang yang menjadi makanannya tersedot ke dalam mulut hiu paus bersama air laut.

Baca Juga: Mangkrak Selama 15 Tahun Lamanya, Proyek Jembatan Rp 19 Miliar di Kalimantan Barat Ini Akhirnya….
Setidaknya ada 30 tempat pengamatan hiu paus di seluruh dunia (2014). Sebagian besar menjadi kawasan tujuan wisata yang terus meningkat jumlah pengunjungnya.

Tak terkecuali Indonesia dan menjadi salah satu negara tempat munculnya hewan besar yang terancam punah ini.

Untuk meningkatkan kesadaran terhadap hiu paus yang populasinya semakin terancam, tanggal 30 Agustus dipilih sebagai Hari Hiu Paus Internasional yang pertama kali diperingati pada tahun 2008 pada Konferensi Hiu Paus Internasional di Isla Holbox, Meksiko.***

 

Rekomendasi