Human Trafficking: Fenomena Perdagangan Manusia di NTT, Efek dari Kemiskinan dan Iming-Iming Gaji Besar

inNalar.comHuman trafficking atau kasus perdagangan manusia masih jadi isu kompleks yang sulit untuk ditemui jalan keluarnya.

Khususnya di Indonesia, banyak warganya yang terpaksa menjadi pekerja migran karena beberapa faktor, khususnya faktor ekonomi.

Namun bukannya mendapatkan kesejahteraan atau setidaknya diperlakukan dengan baik, para pekerja migran tersebut  kebanyakan malah dipulangkan dalam peti jenazah.

Kalaupun mereka berhasil pulang dengan selamat, tidak sedikit dari pekerja migran ini pulang dengan trauma fisik dan psikis yang hebat.

Terhitung sejak 2020 sampai 2022, kurang lebih ada 1900 pekerja migran yang dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan sudah tak bernyawa.

Baca Juga: Pembentukan Calon Provinsi Flores dan Sumba Pemekaran Nusa Tenggara Timur: 13 Kabupaten Pisah dari NTT?

Kebanyakan korban tersebut merupakan warga NTT dan biasanya mereka adalah pekerja non-prosedural.

Sejak 2018 hingga saat ini, terhitung sudah ada 657 peti jenazah dari pekerja migran yang tiba di bandara El Tari, Kupang.

Perbedaan jumlah pekerja migran yang legal dan illegal begitu kentara, contohnya pada 2019 dari 108 jenazah migran yang pulang ke NTT, hanya satu yang merupakan pekerja legal.

Tahun 2023 ini ada sekitar 83 jenazah pekerja migran yang dipulangkan ke Nusa Tenggara Timur. Tentu saja kasus ini termasuk pada kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Baca Juga: Usianya 1200 Tahun, Kampung Misterius di Tengah Pegunungan Flores NTT Ini Hanya Boleh Ditempati 7 Rumah Saja!

Mahfud MD bahkan menyebutkan bahwa kasus perdagangan orang ini sudah sangat darurat mengingat banyaknya jumlah WNI yang pulang dalam keadaan sudah menjadi jenazah.

Kasus TPPO ini bukanlah isu sederhana, penyebabnya begitu kompleks namun jika diurai lebih jauh lagi hal ini terjadi karena faktor ekonomi.

Ya, kemiskinan jadi faktor utama warga NTT berbondong-bondong menjadi pekerja migran.

Menurut data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa tenggara Timur, sejak tahun 2020 hingga 2022 terjadi kenaikan signigfikan untuk penduduk NTT yang melakukan migrasi.

Salah satu wilayah dengan pekerja migran tertinggi adalah Belu, hal ini sebanding dengan tingginya angka kemiskinan yang ada daerah tersebut.

Bahkan menurut data dari Belukab, selama periode 2017 hingga 2019 angka kemiskinan di Belu mencapai 15%.

Baca Juga: Ngeri! Ada Jari Manusia dalam Sayur Lodeh, Warga NTT Dibuat Terkejut saat Ingin Menyantapnya

Lantas faktor kesulitan ekonomi yang menimpa warga NTT ini dijadikan peluang oleh para calo perdagangan manusia.

Mereka akan merayu para calon korbannya dengan berbagai iming-iming menggiurkan.

Pemerintah telah berupaya agar kasus perdagangan manusia ini bisa dihilangkan, namun sindikat mafia terus tumbuh dan beradaptasi mencari celah sedangkan yang telah diadili hanya antek-anteknya saja.

Maka dari itu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy mengimbau agar warga NTT tidak tergiur iming-iming gaji besar yang ditawarkan oleh calo.***

Rekomendasi