

inNalar.com – Pemerintah RI ternyata telah memiliki megaproyek bernama Tri Nusa Bima Sakti yang rancangannya terbilang cukup ambisius, yakni menyatukan 4 pulau atau 3 selat di Indonesia dengan sebuah jembatan.
Keempat pulau di Indonesia yang diproyeksikan bakal menyatu melalui megaproyek Tri Nusa Bima Sakti ini adalah Sumatera – Jawa (Lampung – Banten), Jawa – Madura (Surabaya – Madura), dan Jawa – Bali (Banyuwangi – Gilimanuk).
Namun sayangnya mega proyek yang digagas sejak 1960-an ini baru mampu merealisasikan Jembatan Suramadu yang menghubungkan daratan Jawa Timur, yakni Kota Surabaya dan Pulau Madura.
Lantas, bagaimana dengan jembatan lainnya yang juga menjadi bagian dari megaproyek Tri Nusa Bima Sakti?
Sebelumnya, mari kita mulai mengulik penyebab mengapa Jembatan Suramadu (Surabaya – Madura) menjadi satu-satunya yang berhasil dalam rencana strategis megaproyek ambisius ini.
Jembatan Suramadu Lintasi Selat Madura
Seluruh warga Indonesia telah mengenal jembatan penghubung Surabaya – Madura ini berkat kemegahan konstruksinya dan bentang panjangnya yang membuat citra Indonesia tak bisa diremehkan.
Baca Juga: Sering Kesusahan Mengatasi Rasa Marah? Berikut Tipsnya yang Dijelaskan Buya Yahya Menurut Hadis
Rancangan teknis Jembatan Suramadu berhasil selesai pada tahun 1994. Meski begitu, krisis moneter yang sempat melanda Indonesia di tahun 1990-an tak dapat dipungkiri membuat pembangunan infrastruktur ini molor.
Akhirnya pada tahun 2002, review desain jembatan penghubung Surabaya – Madura berhasil tuntas dengan beberapa perubahan dari rancangan awalnya di tahun 1960-an.
Titik balik realisasi jembatan ini akhirnya mulai berkobar ketika Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersemangat untuk melakukan desentralisasi dan otonomi daerah.
Akhirnya pada 20 Agustus 2003, pelaksanaan pembangunannya berlanjut hingga menjadi jembatan terpanjang se – Asia Tenggara, yakni 5.438 meter.
Dengan desain yang memberikan ruang ketinggian 35 meter, kapal yang berlayar melintasi Selat Madura pun dapat berlalu-lalang dengan mudah.
Jembatan Selat Sunda
Jembatan yang disebut bakal satukan Lampung – Banten ini berawal dari rancangan biayanya yang menembus besaran Rp 100 triliun, menurut data dari Kementerian PUPR di tahun 2010 di laman pu.go.ig.
Namun setelah dilakukan penghitungan kembali secara masif di tahun 2014, biayanya menggembung hingga Rp 200 triliun.
Apabila dilihat dari besaran dananya yang diestimasikan bakal menembus nominal tersebut, penghubung lintasan Selat Sunda ini bakal membuat Indonesia memiliki jembatan termahal di dunia.
Dilansir dari laman Kemenko Bidang Perekonomian RI, diungkap bahwa Korea dan China sudah mulai melirik megaproyek prestisius ini.
Namun proyek ini masih tak kunjung terealisasi dikarenakan Pemerintah Indonesia masih berharap bahwa realisasi jembatan ini bakal dibangun oleh anak bangsa.
Sebagaimana Jembatan Suramadu yang sebagian besarnya dikerjakan dengan hasil karya dalam negeri.
Selain itu, Pemerintah RI pun lebih memilih untuk menggelontorkan dana fantastis tersebut dengan berfokus pada program pemerataan kelayakan infrastruktur di pelosok masing-masing pulau, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan sekitarnya, hingga Papua.
Jembatan Selat Bali
Jembatan ini dirancang juga oleh Bapak Infrastruktur Indonesia, Prof. Dr (HC). Ir Sedyatmo, guna memudahkan arus orang dan barang dari Jawa Timur melalui Banyuwangi menuju Bali.
Megaproyek penghubung Selat Bali ini kembali mencuat pada tahun 2020 dengan dasar bahwa pembangunannya mulai harus direalisasikan sebab Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur sangat padat di hari-hari besar tertentu.
Ditambah lagi dengan adanya faktor cuaca ekstrem yang menyebabkan tersendatnya perpindahan arus orang dan jembatan dari Jawa menuju Bali pun turut meyakinkan proyek ini berlanjut.
Pembangunan Jembatan Selat Bali tadinya bakal terintegrasi dengan Jalan Tol Trans Jawa melalui tol Probolinggo-Banyuwangi (Probowangi).
Namun rencana tersebut mendapatkan penolakan dari pihak Persatuan Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kabupaten Jembrana.
Pasalnya, dalam agama Hindu sendiri terdapat prinsip yang tidak boleh ditinggalkan oleh para pemeluknya, yakni posisi manusia tidak boleh melampui padmasana (tempat ibadah umat Hindu).
Sementara proyek Jembatan Selat Bali ini akan dibangun dengan posisi yang lebih tinggi dari daratan dan lautan sehingga inilah yang menjadi dasar penolakan warga Bali.
Selain itu alasan tak terwujudnya jembatan ini juga disebabkan adanya kekhawatiran bahwa kemudahan akses dari dan menuju (Jawa – Bali) akan berdampak pada peningkatan kepadatan penduduk, khususnya di Bali.
Seiring dengan meningkatnya penduduk, dikhawatirkan tingkat kriminalitas di Bali pun juga semakin meninggi.
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Jembrana Bali, alih-alih pembangunan Jembatan Selat Bali, pihaknya lebih mendukung rencana PT ASDP Indonesia Ferry Ketapang untuk membangun dermaga eksekutif.
Sejauh ini, warga Bali berpandangan bahwa keberadaan laut sebagai pemisah antara Jawa dan Bali memang dirancang untuk menyaring hal-hal yang bisa membahayakan masing-masing daratan, baik di Jawa Timur maupun di daratan Bali.
Itulah deretan penyebab megaproyek Tri Nusa Bima Sakti besutan Ir. Sedyatmo baru bisa menelurkan jembatan penghubung Selat Madura.***