Pilot Project Sekolah Rakyat Bakal Dibangun di Jakarta, Pakar UGM: Belum Mendesak, 2 Masalah Ini Lebih Urgen

inNalar.com – Pilot project Sekolah Rakyat akan segera dibangun, tetapi hal ini menuai tanggapan pakar UGM mengingat masih ada masalah yang lebih urgen.

Program baru besutan Presiden Prabowo Subianto ini diupayakan menjadi salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Melansir dari Menteri Sosial, Saifulah Yusuf program Sekolah Rakyat ini menargetkan anak-anak dari kalangan masyarakat miskin ekstrem.

Baca Juga: 3 SD Nasional Plus Terbaik di Medan ini Biaya Masuknya Fantastis, Tembus Rp 54 Juta per Tahun!

Dengan tujuan agar anak-anak tersebut bisa tetap mengenyam pendidikan yang layak.

Saifulah Yusuf menambahkan bahwa melalui rencana ini, mental siswa-siswa dari keluarga miskin ekstrem akan dibentuk.

Tiga konsep yang sangat digaungkan pada program ini yaitu gratis, siswa miskin, dan asrama atau boarding school. Sementara itu, kurikulum yang digunakan akan sama seperti kurikulum nasional yang berlaku saat ini.

Baca Juga: Program MBG Kuras Dana Rp71 Triliun, Pakar UGM Wanti Wanti Jangan Sampai Jadi Ladang Korupsi

Dengan menerapkan konsep boarding school, diharapkan para siswa selain mendapatkan pendidikan yang layak juga bisa memperoleh asupan gizi yang cukup dan terpantau.

Menteri Sosial menargetkan untuk membangun pilot project Sekolah Rakyat atau proyek percontohan di kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Meskipun tim sudah dibentuk, tetapi dari Kementerian Sosial (Kemensos) hingga saat ini belum bisa memastikan proyek tersebut akan berhasil dilaksanakan secara efektif.

Baca Juga: Bab 7 ‘Sayang Lingkungan’, Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 2 SD Kurikulum Merdeka Hal. 146 dan 148

Projek sekolah baru ini mendapat banyak perhatian dari masyarakat dan menuai pro kontra. Sejumlah pakar pun angkat bicara menanggapi kebijakan baru ini.

Dr. Subarsono, Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada (UGM) menilai bahwa program ini kurang tepat.

Program yang bakal diurus oleh Kemensos ini dianggap kurang tepat karena akan lebih tepat apabila yang mengurus adalah Kemendikdasmen.

Tidak hanya itu, pelaksanaan program ini juga dianggap terlalu mendesak menengok pada realitasnya masih banyak sekolah formal yang perlu mendapat perhatian.

Masih banyak gedung sekolah di Indonesia yang rusak dan tidak layak digunakan sebagai tempat menimba ilmu bagi anak-anak yang digadang-gadang akan menjadi generasi penerus bangsa.

Baca Juga: Program Sekolah Rakyat Gratis Prabowo Tuai Kontroversi, Begini Tanggapan Para Pakar Pendidikan

Selain itu, gaji dan kesejahteraan tenaga pendidik terutama guru honorer di Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Hal demikian yang perlu menjadi perhatian lebih oleh pemerintah, mengingat kesejahteraan tenaga pendidik nantinya juga akan menunjang kualitas pendidikan di Indonesia.

Sekolah Rakyat memiliki nilai histori tersendiri bagi masyarakat Indonesia karena istilah tersebut pernah digunakan di masa pendudukan Belanda yang mengklasifikasikan siswa berdasarkan kelas sosialnya.

Baca Juga: Bab 6 ‘Cerita Labih dan Arai’, Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 2 SD Hal. 122, 127-129 Kurikulum Merdeka

Dengan digunakan kembali istilah tersebut, maka bakal terbentuk stigma negatif di kalangan masyarakat mengenai program ini.

Istilah yang digunakan tersebut bisa menimbulkan adanya diskriminasi dan gap antarsekolah di tengah masyarakat.

Dr. Subarsono mengatakan bahwa masih banyak hal yang perlu dikaji ulang dalam merealisasikan program baru ini.

Baca Juga: Bab 6 ‘Cerita Labih dan Arai’, Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 2 SD Hal. 122, 127-129 Kurikulum Merdeka

Salah satunya adalah karena masih banyak yang perlu diperbaiki di sistem pendidikan yang berlaku saat ini.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan bisa dilakukan dengan memperbaiki kurikulum dan meningkatkan kompetensi guru.

Sampai saat ini, dari pihak Kementerian Sosial (Kemensos) sendiri masih belum menjelaskan detail pengadaan kebijakan baru tersebut seperti apa.

Meskipun nantinya program ini akan tetap dilaksanakan, Dr. Subarsono menyarankan agar pihak pengelolanya sebaiknya adalah Kemendikdasmen.

Hal inimengingat kebijakan baru tersebut sesuai dengan tupoksinya, yaitu di bidang pendidikan.

Perlu dipertimbangan pula berkaitan dengan adanya pilot project atau proyek percontohan yang bakal dibangun di kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Sebab, akan lebih tepat jika program ini ditempatkan di daerah berstatus Tertinggal, Terluar, dan Termiskin atau 3T.***