
inNalar.com – Belakangan Danantara, calon super holding BUMN, menjadi buah bibir masyarakat sebab rupanya sebagian besar dana hasil efisiensi anggaran sebesar Rp325 Triliun dikabarkan akan mengalir ke lembaga pengelola investasi baru tersebut.
Kabar tersebut sebagaimana yang telah dikonfirmasi oleh Wakil Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Nanik Sudaryati, yang saat itu sekaligus menegaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya akan mendapatkan kucuran dana sebesar Rp24 triliun dari total nominal tersebut.
Sebegitu fantastisnya suntikan dana ke Danantara, Presiden RI Prabowo optimis langkah ini akan menjadi investasi penopang ekonomi Indonesia di masa depan dan realisasinya diharapkan dapat sesukses Temasek Singapura dan Khazanah Malaysia.
Lantas, apakah badan pengelola investasi negara ini sungguh-sungguh berpeluang menyungkit ekonomi negara laiknya Temasek dan Khazanah? Apakah sudah tepat negara kita mengadopsi skema kedua negara tetangga kita?
Pakar Manajemen Strategis Dr. Indrawan Nugroho berpendapat bahwa optimisme Presiden RI Prabowo dalam mengadopsi skema super holding ala BUMN Singapura dan Malaysia memang bisa menjadi peluang.
Namun, sang Pakar mewanti-wanti bahwa skema tersebut tidak bisa sepenuhnya diadopsi secara mentah oleh negeri kita mengingat ada dua tantangan unik yang hanya ada di Indonesia, sedangkan Temasek dan Khazanah tidak memilikinya. Apa saja kah itu? Mari kita ulik secara mendalam.
Tantangan Menuju Potensi Keuntungan Rp408 Triliun
Sebagaimana dibeberkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, apabila kinerja super holding BUMN baru, Danantara, bisa bergerak optimal maka potensi keuntungan yang akan diraup bisa mencapai 25 miliar USD atau setara Rp408 triliun.
“Kita tahu peran dan fungsi BUMN di negara kita lebih kompleks dibandingkan Temasek di Singapura. BUMN di Indonesia bukan hanya bertanggung jawab menghasilkan keuntungan, mereka juga memikul tanggung jawab sosial yang besar,” beber sang Pakar Manajemen Strategis, Dr. Indrawan Nugroho, mengutip dari akun YouTube pribadinya.
Temasek Singapura dan Khazanah Malaysia menjadi badan pengelola investasi negara yang murni berfokus pada tujuan keuntungan. Sementara di negara kita, semisal PLN dan Pertamina tidak hanya berfokus pada keuntungan dalam berbisnis.
Danantara nantinya juga perlu memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat di Indonesia mendapatkan listrik dan BBM sebagai kebutuhan dasar hidup mereka. Tantangannya tidak terhenti di situ saja, ada satu hal lagi yang diungkap Dr Indrawan dalam analisisnya.
Mampukah Indonesia Bersih dari Kepentingan Politik?
Kabar baiknya, ketika Danantara ini mulai beroperasi maka skema pengelolaan investasi negara lebih terpusat dan terintegrasi. Selain itu, perusahaan-perusahaan BUMN yang berada di bawah naungannya pun akan lebih mudah bersinergi dalam pengelolaan asetnya.
Pembiayaan dan proses pengambilan keputusannya pun dipandang akan lebih efisien karena badan negara ini cukup berfokus pada soal keberlanjutan perusahaan dan perihal keuntungan dalam bisnis. Dengan demikian, setiap perusahaan lebih terpacu untuk meningkatkan daya saing di pasar global, ucap Dr. Indrawan Nugroho.
Baca Juga: Terapi Gelombang Suara Bisa Bikin Otak Anak Jadi Makin Pintar, Benarkah?
Pengambilan keputusannya pun menjadi lebih fleksibel, tentu dengan tata kelola standar internasional dan profesional. Patut diakui Temasek berhasil mengimplementasikan tata kelola yang transparansi dan independen.
Rekam jejak nilai aset yang dikelola Temasek Singapura di tahun 1974 mulanya 354 juta USD, tetapi siapa sangka pada tahun 2024 nilainya membengkak bengkak hingga 389 miliar USD dengan pengembalian tahunan rata-ratanya mencapai 10 – 15% dalam 2 dekade.
Namun negara kita perlu belajar dari Khazanah, “Meskipun Pemerintah berkali-kali menyuntikkan dana, Khazanah memang belum bisa beroperasi secara efisien dalam mengambil keputusan mereka, belum semandiri Temasek yang bebas dari intervensi politik.”
Performa Khazanah disebut masih tertinggal daripada Petronas, perusahaan energi raksasa Malaysia yang berdiri secara independen. Ambisi Presiden RI Prabowo Subianto dalam mengadopsi skema Temasek dan Khazanah merupakan strategi yang dinilai sang pakar sebagai suatu hal yang sah-sah saja.
Namun Indonesia perlu belajar soal kemandirian dan ketegasan Temasek dalam memisahkan urusan bisnis dan kepentingan politik. Secara terpisah, kita perlu menimbang rekam jejak hasil data Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024.
“Indeks Integritas Nasional tahun ini naik 0,56 poin dari tahun sebelumnya. Meski demikian, capaian angka itu masih belum mampu mendongkrak integritas nasional dari kategori rentan,” mengutip dari laman resmi KPK.
Dengan demikian, Pemerintah RI perlu berhati-hati dalam dua hal ini terlebih dahulu sebelum meniru skema Temasek Singapura dan perlu belajar dari Khazanah Malaysia. Sebagai informasi, Danantara rencananya akan diresmikan oleh Pemerintah RI pada 24 Februari 2025.***