5 Tips Mencegah Burnout Mahasiswa Tingkat Akhir, Begini Caranya

inNalar.com – Semester akhir mungkin adalah momen yang katanya menjadi klimaks perjalanan akademik mahasiswa. Ya, Burnout di semester akhir bukan sekadar mitos, ini adalah realitas yang lebih pahit daripada kopi tanpa gula.

Skripsi yang tak kunjung selesai, revisi yang lebih sering muncul daripada notifikasi chat dari gebetan, dan pertanyaan sakral dari keluarga: “Kapan lulus?“, semua ini ibarat trio maut yang mengancam kewarasan.

Tidak heran jika banyak mahasiswa yang mulai mengalami kelelahan fisik, emosi yang tidak stabil, hingga motivasi yang lenyap entah kemana karena tekanan untuk segera lulus, ekspektasi setinggi langit, dan ketidakpastian membuat mahasiswa merasa seperti hamster yang berlari di roda tanpa ujung.

Tapi jangan panik dulu, burnout bukan akhir dari segalanya. Berikut beberapa tips yang mungkin bisa menyelamatkan kewarasanmu:

Baca Juga: Budaya Rebahan Bayangi Generasi Mahasiswa, Begini Ancaman Nyata Dari Sedentary Lifestyle, No. 1 Mimpi Buruk Para Wanita

1. Mulailah Untuk Meredam Ekspektasi dan Sadari Kenyataan Walau Pahit

Kalau kamu berpikir bisa menyelesaikan skripsi dalam seminggu dengan hasil sempurna, mungkin kamu hidup di dunia fantasi.

Realitanya, skripsi adalah perjalanan panjang yang penuh lika-liku. Daripada berusaha jadi mahasiswa super dengan target muluk, cobalah fokus pada progres kecil, ya!

Baca Juga: Pengin Sahur Praktis? Cobain 7 Resep Ayam Bumbu Ungkep Ini Aja, Puasa Ramadhan Jadi Anti Ribet Deh!

Misalnya, menulis satu halaman sehari atau menyelesaikan satu teori dalam seminggu. Merayakan keberhasilan kecil ini bisa membantumu tetap termotivasi tanpa merasa hidup ini terlalu kejam.

2. Istirahatlah Jika Lelah, Jangan Terlalu Memforsir Tenaga

Percayalah, memaksakan diri duduk di depan laptop 24/7 tidak akan membuat skripsimu selesai lebih cepat. Sebaliknya, otakmu malah mogok kerja. Banyak mahasiswa merasa bersalah kalau mengambil waktu istirahat, padahal justru itulah yang membuat produktivitas meningkat.

Baca Juga: Seminggu Buka Puasa Sehat dengan 7 Kreasi Minuman Segar Ini, Tanpa Gula dan Sirup, Cocok Buat Kaum Diet

Jadi, cobalah untuk mengambil waktu jeda. Dengarkan musik, stretching, atau sekadar menikmati secangkir kopi tanpa ditemani kutukan skripsi.

Dan yang terpenting, tidurlah dengan cukup! Begadang mungkin bikin kamu merasa produktif, tapi kalau tiap hari harus diselamatkan oleh kafein, itu pertanda ada yang salah dengan gaya hidupmu.

3. Jangan Menggap Dirimu Sebagai Pahlawan Skripsi Yang Enggan Bercerita

Menghadapi skripsi sendirian itu seperti mencoba menyeberangi lautan dengan perahu bocor. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman seperjuangan, keluarga, atau bahkan dosen pembimbing, kalau beliau bisa ditemui tanpa harus menunggu satu semester.

Curhat dengan teman yang sama-sama terjebak di neraka skripsi bisa jadi terapi gratis yang ampuh. Jika stres sudah terlalu akut, jangan malu untuk mencari bantuan profesional. Ingat, waras itu lebih penting daripada IPK.

Baca Juga: 3 Gaya Hidup yang Bikin Mahasiswa Berperilaku Hedonisme, Ternyata Bermula dari Satu Hal Sepele Ini

4. Mulailah Untuk Variasi Lokasi Saat Mengerjakan Skripsi

Siapa bilang skripsi harus dikerjakan di kamar kos yang sumpek atau perpustakaan yang bikin ngantuk? Coba ganti suasana! Pergi ke kafe favorit, coworking space, atau bahkan taman kampus bisa membuat otakmu merasa lebih segar dan produktif.

Selain itu, jangan terlalu terpaku pada jadwal kaku yang hanya bikin stres. Kalau kamu merasa lebih produktif di malam hari, manfaatkan waktu itu. Yang penting, temukan ritme yang paling cocok agar skripsi tetap jalan tanpa harus mengorbankan kesehatan mental.

5. Ingat Tujuan Awal: ”Kenapa Kamu Bertahan?”

Saat rasanya ingin menyerah dan membakar skripsi, coba ingat lagi alasan kenapa kamu memulai semua ini.

Baca Juga: Ada 2 Aturan Tumpang Tindih di Lingkup Pendidikan Tinggi, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat Ingatkan Ini

Bayangkan momen wisuda, wajah bangga orang tua, dan kepuasan saat akhirnya bisa berkata: “Akhirnya bebas!” Kadang, motivasi terbesar bukan berasal dari luar, melainkan dari dalam diri sendiri.

Kamu sudah berjuang sejauh ini, jadi jangan biarkan burnout menghalangimu mencapai garis akhir. Pelan tapi pasti, satu paragraf demi satu paragraf, kamu semakin dekat menuju kebebasan.

Ini hanya Fase, bukan akhir dunia. Burnout itu nyata, tapi bukan sesuatu yang harus membuatmu menyerah. 

Suatu hari nanti, kamu akan menertawakan semua ini sambil memegang toga dan berkata, “kenapa dulu aku sebegitu stresnya?“. Jadi, ambil napas untuk sekarang dan selesaikan skripsimu selangkah demi selangkah. Yang terpenting jangan lupa: it’s just a phase! ***