inNalar.com – Tahukah bahwa ada sejumlah kebiasaan sepele di sekolah yang sering tidak disadari terjadi di lingkungan pendidikan.
Namun ternyata hal itu menandakan bahwa instansi tersebut masih mengadopsi gaya pendidikan yang sudah kuno.
Tidak heran apabila orang menyebutnya dengan istilah ‘sekolah kuno’, karena memang realitanya cara pandang yang dianutnya sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman terkini.
Baca Juga: 1.248 Ormas Peroleh Kucuran Dana Hibah dari Pemprov Jawa Tengah, Nominalnya Jumbo
Kebanyakan dari kita tidak menyadarinya, padahal tidak jarang juga kita masih suka menemui fenomena ini.
Penasaran praktik seperti apa yang dimaksudkan ini? Mari kita bahas 5 poin penting berikut secara lebih mendalam.
Kelima poin berikut mengacu pada informasi yang diangkat oleh Influencer Edu-Tech Ryan Okta Pratama melalui akun Instagram pribadinya.
Baca Juga: Guru Jarang Tahu, 10 Aplikasi Game Ini Ternyata Bisa Bikin Pembelajaran di Kelas Makin Seru
1. Sedikit sedikit…
Kebiasaan sepele yang pertama adalah ‘sedikit sedikit meeting‘. “Sedikit sedikit rapat = pertanda sekolah memiliki pemimpin dengan skill liiterasi rendah.”
Para guru agaknya relate dengan poin yang satu ini. Sering menggelar diskusi rapat tetapi pada akhirnya hasil meeting kembali pada pembahasan yang sama dan bertahan alot tidak pernah ketuk palu.
Hal ini ternyata terjadi karena para pendidik, utamanya Pemimpin sekolah, belum terbiasa untuk berpikir dengan cara pandang berbagai perspektif.
Baca Juga: Tren Diet dalam Balutan Racun Estetik TikTok, Begini Fakta yang Jarang Diketahui
Belum mampu berpikir dari sudut pandang yang beragam biasanya menyebabkan seorang pendidik juga tidak terbiasa berpikir strategis.
2. Menyepelekan Briefing Tulisan
Apakah tim guru di sekolah Anda masih lebih memprioritaskan briefing tulisan ketimbang lisan? Jika iya, bisa jadi gaya pendidikan yang diterapkan cenderung masih kuno.
Jika tim pendidik masih lebih mengutamakan informasi lisan dan menyepelekan tulisan, sayang sekali, padahal praktik ini dapat membuat topik pembahasan rapat lebih fokus dan memiliki akuntanbilitasnya tinggi.
3. Masih Mengandalkan Surel
Terlihat sepele, tetapi jika pendidik hanya mengandalkan email untuk mengkoordinasikan kolaborasi internal maka pesan bisa saja tercecer.
Database yang sudah dibuat suatu saat akan anda buat ulang dari awal lagi karena tidak ada pengarsipan yang terstruktur.
4. Tidak mengutamakan sikap kolaboratif
Atmosfer yang sangat dirasakan adalah ketika setiap karyawan ambis untuk meraih anak tangga karirnya masing-masing.
Setiap karyawan berusaha terus menanjak secara individu tanpa memperhatikan bagaimana bisa maju bersama sebagai satu kesatuan instansi.
5. Sibuk membanggakan perbaikan fasilitas
Fokus perbaikan selalu tertuju pada hal yang sifatnya ‘pencitraan’ tanpa disertai perbaikan kualitas SDM pengajar dan tenaga kependidikannya.
Salah satu kebiasaan di sekolah yang dapat menjadi penanda bahwa instansi tersebut menjadi tempat yang kurang menyenangkan yaitu ketika tingkat turn over nya guru dan stafnya tinggi.
Ditambah lagi jika tingkat kepuasan guru dan staf rendah, lebih parahnya jika ada ketidakpuasan atau komentar negatif dari muridnya.
Maka sekolah tersebut kemungkinan besar dapat dikatakan masih mengadopsi gaya pendidikan kuno.***