Bukan Malang atau Mojokerto! Kabupaten Kecil Ini Diam-Diam Terkaya di Jawa Timur, Bahkan Punya Bandara Seluas 477 hektar

 


inNalar.com
– Sebagian kalangan sepakat, bahwa Malang dan Mojokerto menjadi dua tonggak baru ekonomi Jawa Timur. Tapi, siapa sangka keduanya justru harus mengakui keperkasaan kabupaten kecil dengan perolehan PDRB tertinggi tahun 2024.

Meskipun luas daerahnya kecil, tak membuat kabupaten mungil ini gentar menyandang predikat sebagai daerah terkaya di Jawa Timur pada tahun 2025.

Fakta ini jelas membetot perhatian, karena menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi daerah tidak semata ditopang oleh popularitas dan luas wilayah.

Baca Juga: Mulai 1 Juli Pensiunan PNS Dapat Kenaikan Gaji 5–7 Persen Tahun 2025 dari Presiden Prabowo, Benarkah? Cek Faktanya di Sini

Melainkan seberapa kuat membangun pondasi ekonomi dan menciptakan peluang emas di tengah tekanan ekonomi global.

Adapun kabupaten terkaya di Jawa Timur saat ini adalah Kabupaten Sidoarjo. Menariknya, meskipun luas wilayah Sidoarjo cuma 724 km², namun PDRB per kapitanya tertinggi.

Hal ini menandakan bahwa produktifitas ekonomi yang tinggi dibanding daerah lain yang lebih luas, seperti Mojokerto dan Malang.

Baca Juga: Tampung 3 Negara, Daratan Pulau Raksasa Indonesia Seluas 743.330 Km2 Ini Kian Berubah Menjadi Gurun

Keberhasilan Sidoarjo sebagai daerah PDRB tertinggi tak lepas dari dominasi sektor industri pengolahan.

Lebih lanjut, Kabupaten Sidoarjo juga didukung keberadaan kawasan industri besar sepeti Waru dan Buduran, serta kedekatan geografis dengan Surabaya sebagai ibu kota Jawa Timur.

Wilayah kecil ini juga terkenal dengan Bandara Internasional Juanda-nya yang megah dengan luas 477 hektar.

Baca Juga: TikTok Akan Dijual? Donald Trump Sebut Sudah Ada Pembelinya, Orang Super Kaya Raya

Di mana, fasilitas ini juga mengerek pergerakan ekonomi di Kabupaten Sidoarjo, baik dari sektor pariwisata maupun usaha lokal.

Berdasarkan data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 28 Februari 2025, PDRB Jawa Timur tumbuh stabil selama lima tahun terakhir, yakni dari Rp2.299 triliun (2020) menjadi Rp3.168 triliun (2024), dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2022 akibat rebound pasca pandemi.

Kemudian distribusi persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Jawa Timur menurut lapangan usaha, terbesar pada kategori industri pengolangan (30,85%), perdagangan besar dan eceran (18,81%) diikuti pertanian, kehutanan dan perikanan (10,66%).

Sementara angka PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, selama kurun lima tahun terakhir adalah masing-masing 1.611.392,55 miliar rupiah (2020), 1.668.754,36 miliar rupiah (2021), 1.757.874,90 miliar rupiah (2022), 1.844.808,68 miliar rupiah (2023), dan 1.935.810,15 miliar rupiah (2024).

Dengan pertumbuhan PDRB ADHK sebesar 4,93% dari 2023 ke 2024, terlihat bahwa ekonomi Jawa Timur mulai pulih secara struktural.

Urutan PDRB Kabupaten di Jawa Timur Tahun 2024 Tertinggi

Untuk melihat pertumbuhan ekonomi lebih mikro di setiap daerah Jawa Timur, berikut inNalar.com sajikan 5 Kabupaten dengan PDRB ADHK tertinggi menurut Badan Pusat Statistik:

1. Kabupaten Sidoarjo

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo terus melesat. Terbaru, PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2024 tercatat mencapai Rp296,89 triliun. Angka ini menempatkan Sidoarjo sebagai salah satu motor utama ekonomi Jawa Timur.

Faktor pendorong utamanya adalah sektor industri pengolahan, yang menyumbang lebih dari 48% dari total PDRB.

Artinya, hampir separuh perekonomian Sidoarjo berasal dari aktivitas pabrik, baik skala besar maupun UMKM, yang tersebar di berbagai kawasan industri. Tak heran jika daerah ini dijuluki sebagai kawasan industri satelit Surabaya.

Yang patut dicermati adalah lonjakan kontribusi transportasi dan pergudangan, dari hanya 7% di 2020 menjadi 13,81% di 2024.

Kenaikan ini menandakan peran baru Sidoarjo sebagai pusat logistik yang kian vital, berkat posisinya yang strategis di jalur tol nasional dan kedekatannya dengan pelabuhan Perak serta bandara Internasional Juanda.

Sebaliknya, sektor pertanian kian terpinggirkan. Meski nilainya naik secara nominal, kontribusinya hanya 1,78% tahun ini.

Kondisi tersebut mencerminkan pergeseran struktur ekonomi Sidoarjo menuju sektor industri dan jasa, namun tetap perlu diimbangi agar pertanian tak tertinggal terlalu jauh.

2. Kabupaten Pasuruan

Selanjutnya, Kabupaten Pasuruan menduduki sebagai daerah PDRB tertinggi kedua. Pasuruan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2024 menembus angka Rp201,66 triliun, naik tajam dibanding lima tahun lalu yang masih di kisaran Rp145 triliun.

Sektor industri pengolahan tetap menjadi tulang punggung utama dengan kontribusi mencapai Rp122,3 triliun, atau sekitar 60% dari total PDRB.

Kinerja sektor ini pun tumbuh stabil, dengan laju pertumbuhan tahunan mencapai 5,47% pada 2024. Hal ini menegaskan posisi Pasuruan sebagai kawasan industri penting di Jawa Timur, dengan basis manufaktur mulai dari makanan, logam, hingga kimia.

Tak hanya itu, sektor konstruksi dan perdagangan juga mencatat kinerja positif. Konstruksi tumbuh 5,15%, mencerminkan tingginya geliat pembangunan infrastruktur dan properti.

Sementara perdagangan besar dan eceran tumbuh 4,51%, menunjukkan daya beli masyarakat dan aktivitas bisnis yang terus pulih pasca-pandemi. Di sisi lain, sektor pariwisata juga mulai bangkit. Akomodasi dan makan minum tumbuh 6,99%, sementara jasa lainnya naik hampir 10%.

Meski sektor pertanian masih stagnan, struktur ekonomi Pasuruan kini makin condong ke arah industrialisasi dan jasa modern.

3. Kabupaten Gresik

PDRB ADHB Kabupaten Gresik di tahun 2024, tercatat mencapai Rp188,60 triliun, tumbuh dari Rp134 triliun pada 2020.

Mayoritas pengeluaran ekonomi masih didorong oleh konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 61% total PDRB tahun ini, menandakan daya beli masyarakat yang tetap solid di tengah tantangan ekonomi.

Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), indikator penting untuk investasi jangka panjang seperti infrastruktur dan pabrik, tumbuh stabil dan menyumbang lebih dari 23%. Hal ini menunjukkan aktivitas pembangunan dan ekspansi industri terus berlangsung di kawasan industri strategis ini.

Menariknya, kontribusi net ekspor tetap tinggi meskipun sedikit menurun dari 11,82% pada 2022 menjadi 10,06% di 2024. Hal ini mengonfirmasi peran Gresik sebagai hub industri dan ekspor nasional.

Namun, konsumsi pemerintah cenderung stagnan dan porsinya terus menurun, hanya 1,91% di 2024, yang bisa menjadi catatan untuk optimalisasi belanja publik daerah.

4. Kabupaten Malang

Pasca Pandemi, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malang terus menunjukkan pertumbuhan, dengan laju PDRB rill mencapai 4,96% pada 2024.

Motor utama pertumbuhan datang dari sektor industri pengolahan, yang naik 4,68% dan menyumbang lebih dari 32% PDRB. Ini menegaskan peran Malang sebagai kawasan manufaktur yang semakin matang.

Sektor transportasi dan pergudangan mencatat pertumbuhan dua digit selama tiga tahun berturut-turut, mencapai 10,27% pada 2024.

Perdagangan dan konstruksi juga tampil solid, menandakan geliat konsumsi dan pembangunan infrastruktur yang terus hidup.

Namun, ada dinamika menarik di sektor-sektor tradisional. Pertanian, meski tetap menjadi penopang signifikan dengan kontribusi 14,18%, menunjukkan pertumbuhan yang mulai melambat hanya 0,89% di 2024.

Sementara sektor jasa kesehatan dan pendidikan mulai menunjukkan peran strategis baru, tumbuh di atas 6%, selaras dengan kebutuhan masyarakat urban yang semakin kompleks. Malang tak lagi hanya kota wisata, tapi juga mesin ekonomi regional yang merata dan multifaset.

5. Kabupaten Bojonegoro

Perekonomian Kabupaten Bojonegoro masih didominasi sektor pertambangan dan penggalian dengan berkontribusi PDRB atas dasar harga konstan sebesar Rp30,4 triliun pada 2024. Hal itu menunjukkan tren penurunan tajam sejak 2020 mengindikasikan fase deklinasi.

Sebaliknya, sektor industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran tumbuh konsisten, masing-masing mencatat Rp4,1 triliun dan Rp5,9 triliun pada 2024, mengindikasikan pergeseran struktur ekonomi menuju diversifikasi.

PDRB atas dasar harga berlaku Bojonegoro bahkan tembus Rp101,79 triliun pada 2024, didorong penguatan signifikan sektor hilir seperti konstruksi (Rp7,3 triliun), transportasi (Rp1,6 triliun), dan akomodasi-makanan minuman (Rp1,1 triliun).

Artinya, Bojonegoro tak lagi semata bergantung pada migas, tapi perlahan menata arah baru menuju ekonomi berbasis jasa dan manufaktur ringan.