Investasi 500 Juta USD, Smelter Feronikel CORII di Morowali Sulawesi Tengah Bakal Upgrade Produksi Hingga 300.000 Ton, Gunakan Teknologi Mutakhir?

inNalar.com – Seakan tidak ingin menyia-nyiakan potensi nikel yang ada di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, PT Central Omega Resources Tbk melalui anak usahanya rencanakan investasi proyek smelter lanjutan.

Investasi proyek pengembangan smelter feronikel ini akan dieksekusi oleh PT COR Industri Indonesia atau CORII dengan anggaran investasi yang terbilang jumbo.

Melansir dari situs resmi perusahaan Central Omega, dana yang bakal digelontorkan pihaknya guna bangun pabrik kedua ini mencapai 500 juta USD.

Baca Juga: Kuras Dana Rp237 Miliar, TPA di Jawa Timur Ini Mampu Layani Sampah Rumah Tangga 700 Ribu Penduduk Kota Malang

Apabila dirupiahkan dengan kurs terkini, Rp15.437, maka nilainya setara dengan Rp7,72 triliun.

Dengan adanya pengembangan pabrik penghasil feronikel tahap kedua ini, diharapkan kapasitas bakal bertambah 200.000 ton FeNi setiap tahunnya.

Adapun target pemenuhan produksinya diproyeksikan bisa dimulai pada dua tahun mendatang, yakni di tahun 2025.

Baca Juga: Usai Rogoh Kocek Rp9 M, Emiten China Ini Jadi Pengendali Utama Pemilik Smelter Nikel di Morowali Sulawesi Tengah, Dominasi Saham Tembus Segini

Sejauh ini smelter feronikel milik CORII telah mampu produksi dengan kapasitas 100.000 ton FeNi setiap tahunnya.

Kemampuan produksi yang terbilang jumbo ini telah ditekuni oleh pemilik pabrik sejak tahun 2017.

Proses pengolahan dan pemurnian nikel ini diketahui mengaplikasikan teknologi Blast Furnace.

Baca Juga: Kuras Biaya Rp486 Miliar, Bendungan di Bali yang Berkapasitas 12 Juta M3 Ini Pernah Dikunjungi Presiden ke-5 RI, Mengapa?

Berdasarkan penelitian jurnal yang diterbitkan LIPI, teknologi Blast Furnace merupakan metode produksi yang memang telah mapan dan disebut memiliki produktivitas yang tinggi tetapi hemat energi.

Sementara rencana proyek pembangunan smelter feronikel tahap kedua, direncanakan bakal menggunakan teknologi electric furnace.

Apabila teknologi blast furncace diketahui menggunakan bahan bakar dari batu bara atau coking coal (coke), maka tidak demikian untuk electric furnace.

Baca Juga: Capai 94 Juta Ton, Produksi Batu Bara di Sumsel Tembus Angka Tertinggi Sepanjang Sejarah, Tapi Sebabkan Kerusakan Lingkungan?

Selain itu, jika teknologi electric furnace juga memiliki kandungan karbon kurang dari 2 persen. Artinya lebih rendah 50 persen jika smelter gunakan teknologi blast furnace.

Selanjutnya metode pengolahan yang bakal diterapkan dalam smelter feronikel lanjutan ini juga diproyeksikan bakal serap biaya produksi yang lebih rendah.

Dengan demikian, jika tidak ada rintangan dalam menjalankan proyek pabrik lanjutan, maka total kapasitas produksi per tahunnya dari seluruh smelter nantinya bakal capai 300.000 ton FeNi setiap tahunnya.

Baca Juga: Capai 94 Juta Ton, Produksi Batu Bara di Sumsel Tembus Angka Tertinggi Sepanjang Sejarah, Tapi Sebabkan Kerusakan Lingkungan?

Sebagai informasi tambahan, smelter feronikel di Morowali Utara ini tercatat dimiliki oleh perusahaan CORII.

Namun lebih dalam lagi, pabrik ini dimiliki oleh gabungan pemilik dua mitra perusahaan, yaitu PT Central Omega Resources Tbk dengan kepemilikan sahamnya sebesar 60 persen.

Sementara mitra emiten asal China yang satu ini bernama PT Macrolink Nickel Development yang disebut memegang saham sebesar 40 persen.

Baca Juga: Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia, Terpidana Korupsi Ini Sempat Dapat Pemberatan Hukuman

Perlu diketahui bahwa bijih nikel yang diproses dalam pabrik milik CORII ini diambil dari dua perusahaan pemegang IUP nikel di Morowali Utara dan Konawe Utara.

Perusahaan pemegang IUP nikel di Morowali Utara adalah PT Mulia Pacific resources, sedangkan di Konawe Utara berasa dari PT Bumi Konawe Abadi.

Demikian sedikit informasi mengenai rencana pembangunan proyek smelter feronikel lanjutan yang disebut bakal gunakan teknologi electric furnace.

Teknologi terbaru tersebut disebut memiliki spesifikasi yang lebih ramah lingkungan dan prospektif dalam tingkat produktivitasnya.***

Rekomendasi