

inNalar.com – Bendungan raksasa di Kabupaten Sumedang ini adalah infrastruktur pengelola air kelima di Jawa Barat yang telah dirampungkan Kementerian PUPR.
Tidak terasa sudah setahun berlalu sejak bendungan ini diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada Selasa, 21 Desember 2022.
Berbagai manfaat telah dirasakan masyarakat sekitar, terutama yang berada di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo.
Kehadirannya telah berperan besar dalam mempertahankan Sungai Cipunegara tetap teraliri air meski saat musim kemarau.
Hingga akhirnya sungai ini pun mampu menghidupi tiga daerah sekaligus meliputi Kabupaten Sumedang, Subang, dan Indramayu.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Bastari mengungkap bahwa Bendungan Sadawarna ini telah ikut serta melepas aliran airnya menuju hilir sungai sepanjang 137 kilometer.
Kapasitas debit air yang dibuka sebesar 1,4 meter kubik per detik. Apabila tidak ada aliran air dari waduk mungkin saja hilir sungai mengering saat kemarau.
Namun di balik manfaat infrastruktur vital ini, rupanya ada kisah penuh liku dalam realisasinya.
Di balik keraksasaan bendungan, tentu ada pula pengorbanan besar dari masyarakat yang lebih dahulu tinggal di lokasi proyek.
Eksekusi memang tidak semudah berencana, Proyek Strategis Nasional Jawa Barat ini diketahui sempat tersendat oleh permasalahan pembebasan lahan.
Kesalahpahaman pun turut mewarnai jalannya proyek senilai Rp2,65 triliun ini. Kekhawatiran besar warga terhadap kepemilikan lahan mereka bukan sebuah hal baru dalam dinamika pembangunan setiap infrastruktur.
Pasalnya tidak hanya soal lahan yang telah didiami warga, tetapi seberapa jauh pemerintah mampu menjamin masyarakat terdampak dapat hidup lebih nyaman usai ganti rugi lahan dilakukan.
Begitu pula dengan konteks proses pembangunan Bendungan Sadawarna di Sumedang, Jawa Barat.
Kala itu, Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) telah menyiapkan dana sebesar Rp790 miliar guna mengurus lahan proyek ini.
Meski pembangunan infrastruktur tercatat dimulai pada tahun 2018, tetapi realisasi penyaluran dana ganti rugi lahan pertama kali baru dilakukan setahun setelahnya.
Penyelesaiannya pun juga baru rampung setengah tahun sejak diresmikannya infrastruktur ini, yakni pada Bulan Juni 2023.
Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) Sadawarna, Maman Sulaeman, sedikit membagikan kisahnya mengenai perjalanan panjang liku penyaluran dana ganti rugi lahan proyek ini.
Kementerian PUPR melalui BBWS Citarum diketahui telah melakukan pendekatan humanis kepada warga sejak tahun 2016.
Artinya proses mengambil hati masyarakat tidak lah semudah membalikkan tangan, butuh waktu setahun untuk sampai pada kelegowoan bersama dari kedua belah pihak.
Beruntungnya warga terdampak proyek sedari awal sebenarnya mendukung dibangunnya waduk raksasa ini, karena rupanya ramalan pembangunan ini secara turun-temurun telah diteropong oleh para pendahulu warganya.
Sehingga untuk memahamkan masyarakat tidak begitu sulit. Kendati demikian, kesalahpahaman tidak dapat terhindarkan.
Sempat ada kesimpangsiuran mengenai bentuk ganti rugi lahan, apakah lahan masyarakat akan menggunakan skema tukar guling ataukah dalam bentuk uang ganti rugi.
Namun akhirnya pihak berwenang berhasil memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa skema penggantian lahan menggunakan uang ganti rugi.
Realisasi pun dimulai hingga akhirnya tercatat ada 66 berita acara penyaluran dana usai fiksasi taksiran nilai ganti rugi dari pihak LMAN telah mantap bagi kedua belah pihak.
“Saat itu tidak kenal waktu, siang malam kami kejar untuk memenuhi target dan menjalankan tugas kami mengayomi warga,”ungkap Edi Herdiana selaku Kepala Desa Tanjung, sebagaimana dikutip inNalar.com dari Media Keuangan Kemenkeu.
Akhirnya beberapa warga pun menyatakan rasa gembiranya, karena uang nati rugi telah berhasil mengubah hidup masyarakat menjadi lebih baik.
Sebagai contoh, Sukram yang berasal dari Desa Cibalandong Jaya membeberkan bahwa tadinya aset usaha bata miliknya hanya 200 buah.
Usai adanya penyaluran dana dari LMAN, aset usahanya mengganda lima kali lipat, yakni menjadi hampir 1.000 bata.
Demikian sedikit kisah mengenai dinamika pembangunan Bendungan Sadawarna di Sumedang, Jawa Barat.***