

inNalar.com – Sejak aturan larangan ekspor bijih bauksit diberlakukan pada Juni 2023, perhatian pemerintah pusat banyak tertuju pada Provinsi Kalimantan Barat.
Pasalnya provinsi tersebut diketahui memiliki limpahan sumber daya untuk di-upgrade produknya, sehingga pembangunan smelter, salah satunya di Mempawah ini disebut menjadi arah keberlanjutan ekonomi nasional.
Dalam proses pendampingannya, Kementerian ESDM rupanya mengungkap bahwa setidaknya pada tahun 2023, Indonesia baru memiliki 4 smelter pengolah bauksit yang telah beroperasi.
Setidaknya dari target 12 pembangunan yang telah masuk rencana, masih ada 8 proyek sisanya mandek bahkan terpantau masih berwujud tanah lapang.
Salah satu dari kedelapan yang disebut macet progresnya ini setidaknya ada salah satu pabrik garapan PT Borneo Alumina Indonesia akhirnya mulai happy ending perkembangannya.
Disebut molor karena pada dasarnya seharusnya pabrik tersebut telah melakukan produksi pada Juli 2023.
Namun proyek ini sempat terhambat lantaran perselisihan di antara kontraktor penggarapnya.
Adapun saat itu, PT Pembangunan Perumahan Tbk. (PTPP) dengan perusahaan China, China Aluminium International Engineering Corporation Ltd (Chalieco).
Kedua perusahaan yang diketahui memegang konsorsium Engineering-Procurement-Construction (EPC) ini berselisih paham mengenai keberlanjutan proyek yang dinilai berat sebelah alias merugikan emiten China tersebut.
Namun akhirnya permasalahan tersebut berhasil selesai dan proyek pembangunan pun dilanjutkan kembali usai pemerintah ikut turut tangan menanganinya.
Akibat molornya proyek, PT Borneo Alumina Indonesia mengungkap bahwa ada 450 juta USD pendapatan pun melayang.
Perlu diketahui, PT Borneo Alumina Indonesia ini digarap oleh dua perusahaan tambang andalan dalam negeri, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Indonesia Asahan Aluminium Tbk (Inalum).
Kedua emiten tambang terkemuka ini berkolaborasi dalam pengerjaan megaproyek pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) yang lokasinya ada di Mempawah, Kalimantan Barat.
Nilai investasi megaproyek pabrik alumina ini diketahui mencapai 1,7 miliar USD. Lantas, bagaimana kelanjutannya?
Meski pengerjaannya sempat tersendat, akhirnya perusahaan ini mulai ngegas dalam memajukan progresnya.
Bahkan diyakini bahwa pertengahan akhir tahun 2024, SGAR di Mempawah ini bisa mulai produksi perdana.
Tahun berikutnya, apabila tidak ada lagi aral melintang, smelter bauksit ini bakal beroperasi secara komersial.
Pengerjaannya diketahui melalui dua tahapan, sebagai fase awalan pihaknya berencana untuk melakukan peningkatan kapasitas produksinya hingga 1 juta ton per tahun.
Sementara untuk tahap selanjutnya akan dinaikkan menuju ke kapasitas 2 juta ton setiap tahunnya.
Dengan begitu, smelter bauksit ini bakal jadi harapan selanjutnya pemerintah RI dalam menggenjot perekonomian daerah dan nasional.
Adapun Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkap bahwa targetnya Indonesia masih akan memiliki 17 smelter lagi yang didorong rampung. ***