Baru Diresmikan, Pabrik BioCNG Pertama di Langkat Ini Mampu Menghasilkan Biogas 300 MMBtu perHari, Bisa Gantikan LPG?

inNalar.com – Pabrik BioCNG pertama di Indonesia telah diresmikan pada tanggal 22 Januari 2024 lalu.

Pabrik BioCNG pertama di Indonesia ini berlokasi di Desa Blangkahan, Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Pembangunannya dimulai pada akhir tahun 2022 dan memakan waktu kurang lebih satu tahun tiba bulan.

Baca Juga: Rela Pinjam EDCF Korea Selatan, Proyek IPAL di Kota Batam Ditargetkan Rampung 2024, Ubah Air Limbah Jadi Pupuk hingga Air Baku?

Bangunan tempat pengolahan BioCNG ini dibangun oleh PT KIS Biofuel Indonesia.

Dilansir inNalar.com dari esdm.go.id, kapasitasnya mencapai 15.500 M3 BioCNG per hari.

Diperkirakan keberadaan pabrik ini menghasilkan pengurangan 3,7 Juta ton Co2 per tahun.

Baca Juga: Dilirik Investor China, Proyek Trem Bogor Perluas Opsi Kereta Tanpa Rel, Mampu Tekan Biaya Investasi dari Mulanya Rp6 Triliun Lebih Jadi…

Selain itu, pabrik BioCNG di Langkat ini juga menghasilkan 3,7 juta kredit karbon per tahun.

Sebagai informasi, pabrik ini merupakan bagian dari rencana pembangunan 25 (dua puluh lima) Pabrik Bio-CNG di Sumatera Utara.

Nantinya, jika 25 pabrik tersebut telah beroperasi akan memiliki kapasitas mencapai 387.500 M3 Bio-CNG per hari.

Baca Juga: Ditengok Jokowi, Jalan ‘Jeglongan Seribu’ di Sragen Jawa Tengah Bakal Mulus Berlapis Rigid Beton Berkat Paket Dana Jumbo Sebesar Rp204 Miliar

Sementara itu, pabrik ini sendiri nantinya akan menghasilkan 300 MMbtu biogas per hari dari limbah kelapa sawit.

Dengan beroperasinya pabrik BioCNG, maka pemanfaatan biogas dalam jumlah besar atau industri bisa mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi energi fosil.

Tak hanya itu, pemanfaatan biogas yang dihasilkan juga bisa menggantikan sebagian kebutuhan LPG nasional.

Baca Juga: Kucurkan Rp298 Miliar, Kalimantan Tengah Punya Jembatan Terpanjang Berbobot 450 Ton, Beroperasi Tahun…

Diketahui bahwa kini sebagian besar suplai LPG berasal dari impor dengan jumlah mencapai 74 persen.

Hal tersebut tentunya sangat berdampak pada defisit neraca perdagangan.

Maka dari itu, dengan keberadaan pabrik ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan impor LPG.***

Rekomendasi