

inNalar.com – Demi penuhi target produksi nikel tahun ini, Harita Nickel (NCKL) menggandeng perusahaan asal China bernama Lygend Resources & Technology.
Keduanya membentuk perusahaan patungan bernama PT Obi Nickel Cobalt guna membangun Pabrik HPAL Fase III di Pulau Obi, Maluku Utara.
Proyek HPAL ini merupakan lanjutan dari pengembangan pabrik nikel sulfat yang digadang memiliki kapasitas produksi terbesar di dunia.
Pada dasarnya pembangunan pabrik HPAL tahap ketiga ini sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2022.
Namun proses pembangunannya masih berjalan dan ditargetkan mampu beroperasi dengan kapasitas penuh pada tahun 2024.
Direktur PT Halmahera Persada Lygend selaku pengembang pabrik nikel sulfat yang pertama itu membeberkan bahwa 3 unit autoclave telah didatangkan ke Pulau Obi, Maluku Utara.
Satu unit autoclave telah dipasang dan tinggal menunggu pengaktifan aksesoris di Pabrik HPAL Fase III.
Adapun nilai investasi proyek ini disebut bakal menembus lebih dari USD 1,1 miliar atau Rp16,4 triliun.
Nilai investasi yang digelontorkan tersebut tidak jauh dari rata-rata gelontoran dana yang telah direalisasikan Harita Nickel dalam proyek smelter nikel sebelumnya.
Sebagian sumber pendanaannya berasal dari Initial Public Offering (IPO) yang alokasi penggunaan dana dialirkan kepada PT Obi Nickel Cobalt sebesar Rp150 miliar.
Nantinya Pabrik HPAL Fase III di Pulau Obi ini akan memasang kapasitas sebesar 65.000 ton nikel sulfat dan 75.000 ton Cobalt.
Dengan harapan operasional penuhnya bisa direalisasikan secara bertahap hingga mampu memberikan hasil maksimal pada kuartal I tahun 2024.
Adapun proyeksi kapasitas produksi jangka panjangnya bakal diteruskan hingga 240.000 Metric Ton (MT).
Dengan penempatan Pabrik Nikel HPAL dan RKEF di satu area kawasan industri di Pulau Obi ini diharapkan efisiensi biaya operasional dapat ditekan.
Sehingga potensi margin pendapatan yang diraih perusahaan bakal jauh lebih besar.
Melansir dari keterangan tertulis laman Harita Nickel, pabrik nikel sulfat pertamanya sempat catatkan ekspor perdana ke mitra bisnis China sebanyak 5.584 ton.
Nikel sulfat yang dikirim tersebut diketahui bakal digunakan lebih lanjut guna mendukung produksi baterai lithium yang menjadi kunci utama dalam industri kendaraan listrik. ***