

inNalar.com – Halmahera Timur merupakan kabupaten di Maluku Utara yang dikenal dengan julukan Kota Tambang.
Julukan tersebut disematkan kepada Halmahera Timur bukan tanpa alasan.
Pasalnya Halmahera Timur memiliki potensi tambang terbesar dan tersebar di beberapa wilayah.
Potensi tambang yang bisa ditemukan di daerah ini diantaranya Nikel, magnesit, kromit, dan lainnya.
Untuk bijih nikel sendiri, jumlah cadangan terbuktinya mencapai 74,79 juta wet metric ton (wmt).
Salah satu perusahaan yang mengeruk bijih nikel di Halmahera Timur adalah PT Aneka Tamban tbk.
Dilansir inNalar.com dari antam.com, aktivitas penambangan bijih nikel perusahaan ini dilakukan secara selective mining.
Mereka menggunakan metode penambangan terbka yang menghasilkan bijih nikel kadar tinggi dan rendah.
Meskipun begitu, pertambangan di Halmahera Timur ini menimbulkan permasalahan.
Pada Desember 2023 lalu, masyarakat yang terdiri dari warga dan pelajar asal Halmahera Timur melakukan protes dan berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Aksi unjuk rasa tersebut akibat dari dampak lingkungan dan sosial dari industri tambang di Pulau Halmahera.
Dalam unjuk rasa tersebut, masyarakat menyampaikan 5 poin tuntutan.
Eksploitasi di sana memicu kerusakan di daratan dan perairan Halmahera.
Misalnya, akibat tambang tersebut terjadi penumpukan sedimen limbag di pesisir pantai.
Terjadi pula Pencemaran sungai Sagea di Halmahera Tengah dan penggusuran warga di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Selain itu, kesehatan masyarakat sekitar disana juga terancam, bahkan memicu adanya kemiskinan terstruktur.***