

inNalar.com – Kita akan disuguhkan pemandangan yang unik ketika berkunjung ke sebuah kampung yang berada di pelosok Kabupaten Garut.
Cukup mengejutkan, seluruh penduduk kampung tersebut memiliki paras wajah yang cantik dan ganteng sebab mereka memiliki garis keturunan Belanda.
Uniknya lagi, para warga di desa tersebut tidak hanya berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.
Para penduduk kampung pedalaman Garut ini juga rata-rata fasih berbicara dalam Bahasa Sunda.
Dengan segala keunikannya, masyarakat luas mengenalnya dengan julukan Kampung Belanda.
Sekilas pemandangan desa tersebut tidak ada yang mengesankan, karena tampilan hamparan hijau dan beberapa rumah sederhana layaknya pemukiman biasa.
Namun ketika kita menelusuri desa tersebut, akan ada kejutan tidak terduga yang bakal ditemukan di sana.
Seorang YouTuber Stefano Sanjaya mencoba menelusuri kampung tersebut dan berbincang ringan bersama dengan salah satu warga setempat.
Salah seorang wanita keturunan Belanda yang tinggal di kampung pedalaman Garut tersebut diajak bincang ringan oleh Stefano.
Terungkap bahwa dirinya memiliki garis keturunan Belanda langsung dari kakek di pihak ibunya.
Namanya adalah Kakek Rohat, mendiang kakek dari wanita cantik tersebut diketahui bukan warga negara Indonesia.
Jadi Kakek Rohat adalah seorang warga asli Belanda yang akhirnya resmi menjadi warga negara Indonesia pada tahun 1971.
“Tahun 1971 beliau masuk ke warga negara Indonesia. Jadi menetap di sini,” beber sang suami bernama Asep yang merupakan istri dari wanita keturunan asing tersebut.
Lebih lanjut, Kang Asep membocorkan alasan mengapa Kakek Rohat memilih untuk menetap di Garut.
Rupanya alasan utama warga Belanda menetap di kampung tersebut adalah alasan kemanusiaan.
Diceritakannya lebih lanjut, sejak Kakek Rohat menikah dengan warga lokal di Cisurupan, ia memeluk agama Islam.
Bermula dari kehidupan biasa sebagai seorang panglima pasukan Belanda, hingga akhirnya keturunan berlanjut usai menikah dengan warga lokal.
Iklim di desa tersebut sangat sejuk karena lokasinya berada di antara Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan.***