

inNalar.com – Bukan sekadar euforia belaka ketika Pemerintah RI seolah ambisius memperjuangkan Megaproyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru.
Meski biaya investasi pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru sangat mahal, Pemerintah RI seolah tidak gentar soal dana.
Belum lagi soal dana pembebasan lahan yang harus digelontorkan, tentunya ada alasan kuat di balik getolnya pembangunan ruas tol ini.
Sebagai informasi, Megaproyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru ini diperhitungkan akan menelan dana investasi sebesar Rp78,09 triliun.
Mahalnya ongkos proyek ini mendorong Pemerintah RI sampai pinjam dana ke Pemerintah Jepang sebesar Rp9,1 triliun.
Nominal dana pinjaman itu diperuntukkan untuk biaya pembangunan ruas tol sepanjang 40 kilometer.
“Pemerintah Jepang menyatakan komitmennya untuk membiayai sebagian konstruksi yakni sepanjang 40 km,” dikutip inNalar.com dari KPPIP.
Mencakup pula di lintasan tersebut kebutuhan konstruksi terowongan tol yang akan menembus perut Bukit Barisan.
Dengan harapan, terowongan tol yang menjadi bagian dari trase Jalan Tol Padang-Pekanbaru ini bisa memangkas 11 kilometer jarak tempuh normalnya.
Kabar baiknya, konstruksi Jalan Tol Padang-Pekanbaru ini tengah dalam progres on the way.
Alhasil, pembangunan yang dimulai dari seksi Padang-Sicincin ini akan menjadi tol pertama kebanggaan masyarakat Sumatera Barat.
Lantas, sebenarnya apa alasan penguat di balik getolnya progres Megaproyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru?
Buka Simpul Keterisolasian Dua Provinsi
Belum ada lintasan yang aman dan nyaman untuk menghubungkan Provinsi Riau dan Sumatera Barat.
Dengan adanya jalan tol ini, kedua provinsi ini dapat terhubung melalui lintasan Padang-Pekanbaru.
Dengan lintasan yang membentang 244 kilometer ini, waktu tempuh kedua provinsi akan dipangkas drastis.
Jika mulanya dari Padang menuju Pekanbaru harus melewati liukan jalan nasional selama 9 jam.
Nantinya dengan terealisasinya jalur bebas hambatan ini, waktu perjalanan hanya butuh 3 jam saja.
Buka Harapan Baru Bagi Jutaan Warga
Sejak lama penduduk Sumatera Barat menyampaikan aspirasi kebutuhan akan jalan tol di wilayah mereka.
Aspirasi yang didasari alasan yang logis, karena penduduknya mayoritas merupakan saudagar.
Tidak hanya pedagang restoran masakan Padang sebagaimana yang sering kita lihat, kebanyakan mereka juga berdagang, bertani, dan beternak.
Sehingga jalur transportasi yang mulus tentu akan membuat distribusi barang menjadi lebih murah.
Kualitas barang pun tetap terjaga, sehingga bisa bersaing dengan daerah lainnya.
Sebagai informasi, populasi penduduk Sumatera Barat sendiri mencapai 5,64 juta jiwa.
Dengan luas provinsi mencapai 42.119,54 kilometer persegi, banyak sektor ekonomi yang bisa dikembangkan.
Baik dari hasil buminya maupun sektor pariwisata alam dan kuliner yang bisa menjadi stimulan perekonomiannya.
Begitu pula dengan Provinsi Riau yang memiliki potensi ekonomi dari pertanian hingga sektor migas.
Tantangan besar memang terletak pada biaya investasinya yang mahal, tetapi berkat dukungan masyarakat realisasi pengadaan lahan cukup mulus.
Pelabuhan Laut Jadi Stimulan Ekonomi Strategis
Pemerintah RI berencana memasifkan ekonomi Riau dan Sumatera Barat melalui konektivitas pelabuhan laut.
Jika di Padang ada Pelabuhan Teluk Bayur, maka tetangganya pun juga ada Pelabuhan Dumai.
Dengan adanya kolaborasi potensi ekonomi Sumatera Barat dan Riau ini, bukan tidak mungkin dua pelabuhan laut ini akan menjadi stimulan penggerak paling masif pembangunan daerahnya.
Inilah deretan alasan logis mengapa Pemerintah RI memperjuangkan pembangunan jalan tol termahal di Jalur Trans Sumatera ini.***