

inNalar.com – Smelter nikel senilai Rp 37 triliun di Morowali, Sulawesi Tengah kini diambil alih perusahaan asing.
Meskipun proyek smelter nikel atau BNSI (PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia) bernilai ekonomi yang besar, tentu menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang parah.
Sebagai informasi, pada Maret 2023, perusahaan asing asal Singapura mengambil alih 51 persen saham.
Menilik Peraturan Menko Perekonomian, proyek tersebut telah dinyatakan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah pada 2022 lalu.
Menko Airlangga mengatakan, proyek BNSI ini dibentuk atas harapan pemerintah demi terwujudnya hilirisasi sumber daya alam.
“(Proyek) ini adalah green energi, green product dan green mining. Indikatornya mudah, kita lihat langitnya warna biru atau abu-abu, yang artinya harmoni dan hijau,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resminya, Senin 13 Mei 2024.
Baca Juga: Unik! Jamur Setinggi 7 Meter Ditemukan di Bekas Tambang Batu Kapur Gresik, Fenomena Alam Apa?
proyek yang dibangun di Sambalagi ini diketahui menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace.
Tak hanya itu, pembangkit listrik gas alam yang digunakan digadang bakal mengurangi emisi karbon dari keseluruhan proyek tambang nikel di Morowali.
PT Vale selaku perusahaan induk menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 33 persen pada tahun 2030.
“Proyek (smelter nikel) ini adalah representasi komitmen kami menjadi produsen nikel yang handal,” jelas Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur PT Vale.
“Kami akan membawa praktik-praktik pertambangan terbaik yang dilakukan di Blok Sorowako ke Morowali.”
Lantas benarkah smelter nikel di Morowali ini akan memberikan dampak negatif buntut penambangan secara besar-besaran? Berikut analisa lengkapnya.
PT BNSI, perusahaan kongsi PT Vale Indonesia Tbk, (INCO) dengan kepemilikan 51 persen serta Tisco dan Xin Hai (49 persen), sepakat merubah pengendali perusahaan.
Dalam pengumuman resmi, BNSI menyampaikan rencan meningkatkan modal dasar baik saham Serie A dan B.
Saham smelter nikel di Morowali ini akan diambil oleh satu pihak.
“Sejumlah saham Serie bakal diambil bagian secara penuh oleh asing (Taixin Singapore) Pte. Ltd,” tulisanya dalam keterangan resmi.
Perkembangan industry tambang nikel tersebut, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari beberapa parameter kondisi sosial, di antaranya; nilai, IPM, tingkat kemiskinan dan pengeluaran per kapita.
Secara umum jika dilihat dari angka IPM Kabupaten Morowali terus meningkat dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2023.
Pada tahun 2018, IPM Kabupaten Morowali sebesar 71,14 persen dan di 2023 mencapai 73,82 persen.
Hal ini mengindikasikan dampak perkembangan industri tambang nikel cukup signifikan mendorong kemajuan pembangunan manusia.
Potensi Nikel yang dimiliki Kabupaten Morowali diprediksi tidak akan habis selama 200 tahun kedepan.
Keberadaan industri tambang ini juga berdampak biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang berpengaruh. Tak hanya itu, dalam sebuah kajian literatur FMIPA UNIMUS dikatakan pergeseran bagi masyarakat juga akan terjadi.
Di sisi lain, proses penambangan nikel turut menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, termasuk deforestasi, degradasi lahan dan pencemaran air dan udara.
Tak lupa bahwa kegiatan tambang di smelter nikel Morowali juga berpotensi menghasilkan polusi udara dan air yang merugaikan kesehatan. Debu tambang juga dapat mengganggu pernapasan, penyakit kulit, serta masalah kesehatan lain.