
inNalar.com – 56 tahun lamanya perusahaan tambang di Sulawesi Selatan (Sulsel), PT Vale Indonesia Tbk, mengeruk kekayaan nikel di tanah Celebes.
Tidak terasa tanah Sulawesi sudah semakin melubang lantaran kehadiran gurita bisnis nikel yang telah ditebar tentakelnya selama setengah abad lebih.
Berbagai kontroversi turut menyelimuti penguasa tambang hingga tidak jarang pihak perseroan kerap diprotes warga lokal perihal lahan pertambangan.
Terbaru Juli 2024, penduduk Kampung Loeha Raya dari Kabupaten Luwu Timur menggelar aksi protes di Jalanan Somba Opu, Makassar.
Protes massa warga lokal dibersamai oleh organisasi pemerhati lingkungan hidup terbesar RI, yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Kepala Departemen Eksternal WALHI Sulsel, Rahmat Kottir, mengungkap bahwa eksplorasi nikel oleh perusahaan tambang di Kabupaten Luwu Timur tidak hanya merusak lingkungan.
Baca Juga: Gaet Artajasa, BRI Luncurkan Fitur Cardless Withdrawal, Nasabah Bisa Sat Set Tarik Tunai Tanpa Kartu
Lebih dari itu, eksplorasi tambang di Pegunungan Lumereo-Lengkona juga mengancam sumber penghidupan warga setempat yang kebanyakan mengandalkan lahan kebun rakyat.
Operasional pertambangan nikel di area konsesi Sulawesi Selatan terdeteksi melega di hamparan tambang seluas 70.566 hektare, dilansir dari situs resmi perusahaan PT Vale Indonesia Tbk.
Aktivitas kerukannya pun telah dipayungi oleh hukum kontrak karya dalam rumusan amandemen Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku selama 11 tahun.
Baca Juga: Tambang Emas Bengkulu ini Ada Sejak Kolonial Belanda, Kuras 33,5 Juta Kg Hanya Dalam Waktu 11 Tahun
Pemberlakuan perpanjangan IUPK tertuang secara tertulis, “13 Mei 2024 dan berlaku hingga 28 Desember 2035,” dikutip dari keterangan perusahaan yang membasiskan konsesinya di seluruh tanah Sulawesi.
Namun keluhan warga Luwu Timur bukan pertama kalinya disampaikan tahun ini. WALHI Sulsel sempat menyenggol pihak perusahaan agar penderitaan masyarakat Loeha Raya lebih diperhatikan.
Melansir dari WALHI Sulsel, eksplorasi pertambangan nikel yang dilakukan PT Vale Indonesia Tbk legendaris ini membuat sejumlah masyarakat penggarap kebun rakyat cemas.
Kebun rakyat Barung Lemo dengan hasil merica andalan warga kampung menjadi salah satu yang paling terdampak dirasakan oleh warga desa di pelosok Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Sorak keluhan juga datang dari pemukim di sekitar Sungai Lemo dekat kampung Loeha Raya. Aspirasi masyarakat lokal terus digaungkan bahkan mulai dari tahun 2023.
Sempat disangkakan WALHI Sulsel bahwa eksplorasi nikel PT Vale Indonesia Tbk sendiri tidak melalui proses sosialisasi yang terang benderang terhadap pihak warga lokal.
“Kegiatan eksplorasi yang dijalankan tanpa proses konsultasi publik telah melanggar aturan perusahaan sendiri,” ungkap Zulfaningsih HS selaku Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Hutan WALHI di Sulawesi Selatan
Lantas, bagaimana tanggapan pihak perusahaan atas tudingan ini? Head of Communications PT Vale Indonesia Tbk Bayu Aji merespon aspirasi tersebut.
Menurutnya, pihak perseroan menindaklanjutinya dengan membentuk forum koordinasi yang melibatkan sejumlah stakeholders yang berwenang dalam permasalahan ini.
Baca Juga: Banjir Cuan Jumbo! Emiten Tambang Batu Bara Kalimantan Selatan Ini Cairkan Keuntungan Dividen Segini
Pihak Vale klaim bahwa perseroan selalu berupaya untuk memegang panduan code of conduct atau tata pedoman tindakan sesuai arahan HAM PBB yang berkaitan pula dengan bisnis pertambangan.
Bahi pihak perusahaan sendiri, langkah eksplorasi pertambangan di suatu wilayah selalu diawasi oleh Whistleblower Channel yang memungkinkan adanya penindakan tegas apabila terbukti adanya pelanggaran.
Kendati demikian, diharapkan pihak perusahaan dapat merespon keluh kesah dampak kerusakan lingkungan warga lokal demi realisasi bisnis pertambangan yang berkelanjutan.***