

InNalar.com – Terdapat megaproyek pembangunan jembatan yang dapat disebut molor.
Sebenarnya proyek pembangunan infrastruktur di Sulawesi Tenggara ini lebih tepat disebut tak kunjung digarap, karena gagasannya telah muncul puluhan tahun yang lalu.
Pasalnya seseorang yang memunculkan gagasan tersebut adalah La Ode Kaimuddin, yang menjadi Gubernur sejak 1992-2003.
Dengan kata lain, maka gagasan dalam membangun infrastruktur ini sudah ada sekitar 30 tahun.
Setelah gagasan tersebut muncul, gubernur selanjutnya, Ali Mazi di periode 2003-2008 mencoba untuk merealisasikannya namun tak berhasil.
Hingga di masa gubernur Nur Alam yang menjabat sejak tahun 2008, diketahui progres proyeknya telah mencapai tahapan penyempurnaan feasibility study dan DED (Detail Engineering Design) atau rancang bangun rinci.
Dilansir InNalar.com dari laman PUPR, setelah 30 tahun lebih gagasan pembangunan jembatan ini muncul, Kementerian PUPR pada tahun 2020 – 2021, telah selesai dalam membuat desainnya.
Sedangkan direncanakan pada tahun 2022, proyek pengerjaan jalur penghubung ini mulai akan dikerjakan.
Sayangnya, proyek pengerjaan tersebut yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 harus diurungkan sehingga akan molor kembali.
Hal tersebut karena pada tahun yang dimaksud, pemerintah tengah memiliki prioritas lain sehingga tidak akan dikerjakan hingga tahun 2024.
Pada dasarnya persyaratan-persyaratan dalam membangun megaproyek ini seperti desain perencanaan sampai kondisi lahan sudah terselesaikan.
Namun, saat ini anggaran negara tengah menghadapi inflasi, sekaligus terdapat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur sehingga terdapat beban berat di APBN.
Ditambah, pembangunan jembatan di Sulawesi Tenggara ini juga bersifat multi years, yang membutuhkan pengerjaan selama 3-4 tahun.
Apalagi nilai ekonomi dari jalur penghubung ini juga baru akan nampak pada tahun 2030 mendatang.
Sebab itulah, diperkirakan pembangunan jalur penghubung ini baru akan digarap pada tahun 2025 ke atas.
Akan tetapi, diharapkan pada tahun 2030 nanti jalur penghubung ini sudah ada, dan dapat beroperasi.
Adapun nama dari jalur penghubung ini adalah Jembatan Tona.
Perlu diketahui, jalur penghubung ini nantinya akan menghubungkan pulau Buton-Muna.
Baca Juga: Diajukan 12 Tahun, NTT Akhirnya Bangun Jembatan Kembar Baru Senilai Rp72 Miliar, Rampung Kapan?
Jika kedua nama pulau tersebut digabungkan, maka akan jadi jembatan Tona.
Sekedar informasi, megaproyek pembangunan infrastruktur ini sebenarnya memiliki tujuan agar pulau di Sulawesi Tenggara dapat terhubung menjadi 1.
Maka tak heran jika panjang jalur penghubung ini mencapai 2.969 meter.
Baca Juga: Kucurkan Rp85 Miliar, NTT Kini Punya Bandara Baru dengan Gedung Terminal Terbesar, Namanya…
Sementara untuk rinciannya, jalur penghubung ini akan memiliki panjang bentang utama sejauh 765 meter yang terdiri dari bentang jembatan pendekat di pulau Buton 525 meter.
Sedangkan di pulau Muna akan memiliki panjang 186 meter.
Sebagai tambahan, alasan lain dari pembangunan jembatan Tona ini harus diundur dan molor kembali juga karena membutuhkan anggaran yang fantastis.
Karena total anggaran yang dibutuhkan diperkirakan akan menghabiskan dana sebanyak Rp15 triliun. ***