

inNalar.com – Bertolak menuju sebuah desa tertua di Bali, kita akan dipuaskan dengan pemandangan hutan yang terbelah oleh jalan aspal berbatu selama 3 jam perjalanan dari Denpasar.
Meski butuh effort lebih untuk menjangkau kampung yang berada di kejauhan 60 kilometer dari Denpasar itu, rasa penasaranmu akan terbayar lunas.
Untuk sampai di desa sakralnya Bali ini, kita perlu menyeberang danau dengan perahu penduduk, setidaknya selama 15 hingga 20 menit.
Baca Juga: Pecinta Matcha Merapat! Kepribadian Unikmu Bisa Terbongkar dari Rasa Rumputnya Teh Hijau Loh
Lalu sesampainya di sana, jangan kaget dengan pengalaman luar biasa yang akan didapatkan sebab suasananya amat berbeda dari daerah pemukiman lainnya.
Tahukah, di mana lokasi kampung pelosok nan sakral yang akan dieksplorasi kali ini?
Kampung paling eksotis yang tak jauh dari pusat kota Denpasar ini adalah salah satu desa tertua Bali.
Baca Juga: Kepribadian Seseorang Bisa Terungkap dari Merk Mobil, Terlihat Pengguna Toyota Digandrungi Sosok Ini
Tradisi penduduknya terbilang kental budaya dan masih terwariskan hingga generasi terkini. Itulah yang membuat kampung ini disebut paling unik.
Inilah desa ‘tengkorak’ Bali yang lokasinya berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Namun perlu diketahui, nama desanya bukanlah sebagaimana yang disebutkan.
Kata ‘tengkorak’ itu sendiri hanyalah segelintir kata yang akan mewakili pengalaman unik tatkala kita bertandang ke kampung elok nan misterius itu.
Baca Juga: Lebih Minat Film, Novel, Atau Komik? Pilihanmu Tak Bisa Membohongi Kepribadian Anda
Bagi yang tidak terbiasa menyaksikannya, pada awalnya bisa jadi kita akan merinding disko. Namun di sisi lain, kita akan dibuat takjub dengan warisan budaya khas yang jarang ditemui di daerah lainnya.
Pengalaman paling beda yang akan kita saksikan di kampung tertua Bali ini terletak pada suasananya yang misterius.
Selama berada di desa tersebut, kita akan melihat tengkorak manusia berserakan di beberapa sudut tertentu.
Terutama jika kita berhasil menemukan sebuah pohon langka yang disebut oleh penduduk kampung setempat dengan nama ‘Taru Menyan’.
Menghimpun informasi dari YouTube Kanal Budaya Indonesia, kata ‘Taru’ berarti pohon dan ‘Menyan’ artinya harum.
Pohon tersebut hanya tumbuh di daerah sekitar Bali. Itulah mengapa kampung di pelosok Kintamani ini dinamakan dengan Desa Terunyan atau Trunyan.
Hal yang membuat pohon itu istimewa bukan sekadar karena daerah tumbuhnya yang langka, tetapi ternyata keharuman Taru Menyan ini pun dipercaya ampuh menetralisir bau busuk hasil penguraian jenazah di sana.
Di antara fakta menarik dari desa tertua Bali yang satu ini adalah budaya pemakaman penduduknya cukup berbeda dari yang lainnya.
Para penduduk kampungnya biasa mengebumikan jenazah keluarganya cukup dengan meletakkannya di atas batu besar dengan 7 cekungan.
Meski tulang belulangnya semakin hari tampak berserakan, tetapi proses pemakaman mayatnya pada dasarnya sangat rapi.
Penduduk Desa Trunyan memiliki tiga cara khusus untuk mengebumikan keluarganya yang telah meninggal dunia.
Jadi, ketika keluarganya meninggal secara wajar mayatnya pun akan ditutupi dengan kain putih dan dilanjutkan dengan prosesi sakral upacara kematian.
Setelahnya, jenazah akan diletakkan di bawah pohon sakral Taru Menyan tanpa perlu dikubur. Lokasi persemayamannya berada di Sema (Pekuburan) Wayah.
Berbeda halnya ketika seseorang meninggal secara tidak wajar. Artinya, penyebab kematian dikarenakan kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh oleh orang lain.
Jenazah yang demikian akan dikebumikan di Sema Bantas. Lalu, bagi mayat berusia bayi dan anak kecil mereka akan diletakkan di Sema Muda.
Betul sekali, hanya diletakkan. Keluarga yang berduka diketahui hanya memberikan pagar bambu untuk menjadi penanda keberadaan jenazah.
Selain itu, sesaji pun dipersiapkan tepat di samping mayat keluarganya.
Sebagai informasi, tidak semua jenazah dapat diletakkan di pohon sakralnya Trunyan.
Hanya sekitar 11 jenazah saja yang bisa peletakannya diperbolehkan berada di sekitar Taru Menyan.
Bahkan, syarat mayat yang boleh diletakkan di sana pun diketahui penyebab meninggalnya harus wajar dan statusnya sudah menikah.
Pemandangan tengkorak inilah yang akan membuat eksplorasi desa tertua di Bali ini semakin membuka wawasan baru bagi kita.
Pasalnya, pengebumian jenazah di Indonesia terungkap tidak hanya menggunakan kain kafan putih atau pun peti mati.***