16 Tahun Lahan Tersandera, Proyek Bendungan Rp272 M di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Ini Mangkrak hingga Diportal Warga, Begini Masalahnya

inNalar.com – Garapan calon bendungan raksasa di Kalimantan Timur ini agaknya memiliki perjalanan proses pembangunan yang cukup pelik bagi berbagai pihak yang terlibat.

Proyek bendungan yang berlokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara ini sebenarnya sudah mulai rencana konstruksi sejak 2007 silam.

Bisa jadi warga setempat, khususnya Desa Sebuntal di Kecamatan Marangkayu sudah cukup mengenal lika-liku perjalanan pembangunan waduk ini.

Baca Juga: Inter Milan Kembali Diberi Harapan Palsu, Juventus Pakai Cara Licik Bajak Tiago Djalo dari Lille di Bursa Transfer Januari

Bagaimana tidak, rencana pengerjaan sudah mengemuka sejak 16 tahun silam, tetapi proyeknya belum kunjung terealisasi hingga kini.

Barulah setelah rencana pembangunan infrastruktur ini masuk dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara diharap banyak pihak untuk segera menyelesaikan akar permasalahan yang membuat garapan ini belum kunjung juga berwujud.

Apalagi garapan pembangunannya dipatok Presiden RI Joko Widodo agar PSN yang satu ini selesai pada tahun 2024.

Baca Juga: Cari Gara-gara Lagi dengan Barcelona, Paris Saint-Germain Bakal Tikung Bruno Guimaraes di Bursa Transfer 2024

Lantas, apa yang sebenarnya membuat proyek pembangunan Bendungan Marangkayu ini macet alias tersendat?

Secara sekilas, penyebab utama mangkraknya proyek waduk ini cukup klasik, yakni terkait pembebasan lahan.

Namun ternyata di balik permasalahan itu ada permasalahan yang cukup pelik hingga permasalahan disebut berlarut-larut dan belum menemukan titik temunya.

Baca Juga: Manchester United Kecewa Berat, Tottenham Hotspur Tinggal Selangkah Lagi Pinang Pemain ‘Buangan’ Chelsea

Bermula dari rencana pembangunan fisik Bendungan Marangkayu yang sudah digerakkan sejak tahun 2007.

Selama empat tahun berjalan, Pemkab Kutai Kartanegara pun melakukan pengukuran dan pendataan tanah milik warga yang bakal terbabat oleh pengerjaan proyek ini.

Pada dasarnya, saat itu warga tidak menolak dengan keberadaan proyek infrastruktur ini mengingat manfaat besar itu pun disadari oleh para warganya.

Baca Juga: Inter Milan Bisa Kibarkan ‘Bendera Putih’ dalam Perburuan Tiago Djalo Meski Sebelumnya Juventus Dicampakkan, Kenapa?

Namun hingga tahun 2011 pada akhirnya pembangunan belum kunjung realisasi dan lahan masyarakat yang tadinya menjadi sumber mata pencaharian malah belum memperlihatkan hasilnya.

Terlebih posisinya, warga belum juga dibayar ganti rugi lahannya. Lama tidak terlihat hilalnya, akhirnya Perpres Jokowi memantik bangkit kembali pembangunan waduk ini.

Sehingga di tahun 2016, akhirnya proyek ini masuk ke dalam daftar PSN berdasarkan Perpres Nomor 3 Tahun 2016.

Baca Juga: Niat Tangkal Banjir hingga 225,8 M3 per Detik, Megaproyek Bendungan Rp1,8 T di Kab Banjar Kalimantan Selatan Ini Terganjal Tanah Ulayat, Nasibnya?

Akhirnya pada tahun 2020 hingga kini pembebasan lahan terus digiatkan guna Bendungan Marangkayu ini masuk tahap pengisian air setidaknya April 2024.

Namun ada satu momen ketika warga Desa Sebuntal menutup akses masuk menuju proyek dengan kayu batang pohon.

Alih-alih warga mendapatkan bayaran lahan yang telah merata menjadi lokasi proyek sejak 16 tahun silam, warga desa setempat justru didatangi kembali oleh petugas untuk dilakukan kembali pengukuran tanah milik warga.

Baca Juga: Drawing Malaysia Open 2024: Anthony Sinisuka Ginting Apes, Ganda Putra Ketar-ketir!

Kedatangan petugas untuk mengukur kembali lahan mereka, menurut pihak warga, sangat merugikan mereka.

Pasalnya nilai taksiran lahan menjadi beda dan merugi bagi warganya. Sebab, pendataan lahan yang telah dilakukan dahulu diketahui kompensasi tanahnya juga mencakup hitungan harga tanaman yang tumbuh di atasnya.

Namun selanjutnya, tepatnya pada September 2023, penghitungan lahan dengan versi tanah yang terlanjur terbabat tanamannya dilakukan pendataan ulang lagi.

Baca Juga: Buka 5 Desa Terisolir, Jembatan Gantung di Kab Banjar Kalimantan Selatan Sepanjang 80 Meter Bikin Warga Tidak Perlu Lagi Andalkan Rakit Bambu

Penghitungan versi terkini dinilai berpotensi merugikan masyarakat karena sudah tidak ada tanaman tumbuh yang bisa dinilai lagi harganya.

Sehingga aspirasi warga Desa Sebuntal pada dasarnya ingin penghitungan ganti rugi juga meliputi komoditas berharga yang ditanam di atas lahan mereka yang terdampak, sebagaimana tahun 2007 silam.

Sentimen tersebut bisa jadi dipicu oleh fungsi lahan yang sangat berharga bagi masyarakat, mengingat tanah mereka itu dahulu menjadi sumber mata pencaharian para warganya.

Baca Juga: Borong 10 Proyek Rp5,54 Triliun di IKN Kalimantan Timur, PT PP Rajin Lepas Aset Buat Cari Dana Segar, Ternyata Utang Emiten BUMN Ini Numpuk hingga…

Adapun menurut BPN Kabupaten Kutai Kartanegara, permasalahan yang berlarut-larut ini juga bagian dari imbas perpindahan instansi sehingga kebijakan pun cenderung berubah.

Perlu diketahui, petugas mencatat setidaknya ada 72,66 hektare tanah warga yang telah dibebaskan.

Untuk tahun 2023 ada sekitar 28,6 hektare lahan yang telah dibebaskan dan tersisa 156,99 hektare lagi yang masih perlu dibebaskan.

Baca Juga: Disokong 1 Juta EUR, Pemkot Semarang Lanjutkan Proyek Ketahanan Banjir Perkotaan dengan Dana Hibah Kerajaan Belanda

Atas permasalahan yang masih belum berujung ini, diharapkan setiap pihak yang berkepentingan mampu mengambil langkah bijak dan berupaya untuk memahamkan pentingnya manfaat bendungan bagi masyarakat.

Di samping itu juga pembayaran ganti rugi lahan perlu dilakukan secara adil oleh pemerintah dan tentunya segera direalisasikan penggantian lahan warga tersebut.

Sebagai informasi, rencananya bendungan ini bakal menelan biaya APBN dan APBD sebesar Rp272 miliar. ***

Rekomendasi