10 km dari Tugu Jogja, Makam Keramat di Masjid Kuno Yogyakarta Ini Paling Ditakuti Para Pilot

inNalar.com – Didirikan pada abad ke-17 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII, Masjid Sultoni Wotgaleh di Sleman, Berba, Sendantirt dan Noyokerten, Yogyakarta, masih berdiri gagah sebagai situs warisan budaya di Keraton Hadiningrat Ngayogyakarta.

Masjid ini Terletak tepat di luar atau selatan landasan Bandara Adisucipto, 10 km dari Tugu Yogyakarta, tempat beribadah umat muslim ini tersembunyi di balik pepohonan tebu.

Komplek masjid ini mempunyai 11 makam induk. Komplek makam utama Pangeran Purbaya berada di tengah area setelah makam abdi dalem.

Baca Juga: 3 Kota Terkaya di Jawa Timur, Posisi Pertama Diduduki Daerah Seluas 63,4 Km Ini: Bukan Surabaya

Kubahnya berbentuk seperti joglo dan terdapat pendopo di dalamnya.

Komplek makam dari 3 nama ‘purbaya’ lainnya, Rara Lembayung, dan istri Pangeran Purbaya I.

Ciri yang paling membedakan di makam yang utama adalah seluruh batu nisan di makam ini dilapisi kain berwarna putih.

Baca Juga: BRI Raup Laba Bersih Rp45,36 Triliun, Kinerja Keuangan BBRI Triwulan III 2024 Tuai Capaian Positif

Pak Asrori, juru kunci makam ini, mengatakan di zaman dahulu Pangeran Purbaya tidak hanya dihormati sebagai seorang Senopati.

Namun sebagai ulama, ia juga berperan penting dalam menyebarkan ajaran Islam pada masa Kesultanan Mataram.

Daerah ini sendiri disebut Wotgaleh, yang berasal dari kata ‘wot’ yang berarti ‘jembatan’ atau ‘jalan setapak’. Galeh atau Galih, berarti hati.

Baca Juga: Kanibalisme? Bongkar Misteri Tradisi Suku Korowai di Pedalaman Papua yang Sebenarnya

Oleh karena itu, Wotgaleh dapat diartikan sebagai jembatan menuju ketenangan atau kedamaian.

Nama panggilan Pangeran Purbaya adalah Raden Damar atau dikenal juga dengan nama Joko Umbaran.

Ia dijuluki Banteng Mataram karena keberaniannya di medan perang melawan penjajah Belanda.

Baca Juga: 6 Suku Penghasil Wanita Sangat Cantik di Indonesia, Nomor 1 Suku Ternyata Bukan Sunda

Konon, Pangeran Purbaya kebal dengan segala senjata dan hanya bisa terluka jika menyentuh tanah yang ajis.

Namun Pangeran Purbaya meninggal pada tahun 1677 saat mempertahankan Istana dari serangan pemberontak Karaeng Galesong dan Trunojoyo.

Makam keramat di masjid bersejarah Yogyakarta ini menjadi situs warisan budaya yang memiliki beberapa mitos di dalamnya.

Baca Juga: 7 Kota Paling Berdosa di Indonesia, Jadi Sarang Pergaulan Bebas: Juaranya Berasal dari Jawa Timur

Banyak mitos yang beredar seputar makam ini, tetapi ada satu paling terkenal yaitu mitos pesawat yang akan jatuh saat melintasi atas makam.

Wajar saja karena makam Wotgaleh ini memang terletak di dekat kompleks AURI. Perkebunan tebu di sekitar masjid dan kuburan juga milik lembaga penerbangan ini.

Pak Slamet selaku abdi dalem Keraton Yogyakarta, masih ingat banyak kecelakaan pesawat di dekat pemakaman ini sejak ia masih kecil, terakhir pada tahun 2015.

Menurut beliau, kemungkinan besar jatuhnya pesawat tersebut karena pihak AURI tidak “kulo nuwun” di pemakaman Wotogaleh ini.

Padahal, sudah menjadi tradisi panglima untuk berziarah ke makam setiap pergantian Danlanud.

Saat ini, penerbangan aktif di sekitar masjid dan kompleks makam harus didahului dengan ziarah atau doa bersama dengan TNI Angkatan Udara (AURI) agar aktivitas berjalan lancar.

Seperti makan pada umumnya, makam ini tidak ada batasan jam buka, tetapi tempat ini dijaga oleh 11 abdi dalem Keraton Yogyakarta secara bergiliran.

Beberapa aturan untuk masuk ke makam ini, jamaah harus bersuci terlebih dahulu dan wanita yang sedang menstruasi dilarang masuk.

Makam Wotgaleh juga sangat “sensitif” terhadap kamera.Bapak Slammet mengatakan, beberapa waktu lalu ada yang ingin membuat konten YouTube tentang makam.

Namun setelah diperiksa ulang bagian luar makam, ditemukan bahwa semua video di dalam area makam rusak dan tidak dapat diputar.

Eka Hadyanta, seorang pengamat sejarah dan budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan masjid dan makam merupakan sarana fisik untuk menghormati kehadiran leluhur.

Cerita tentang makam dan masjid Wotgaleh yang sudah mengakar di masyarakat dan kini juga dihormati oleh AU merupakan salah satu bentuk komunikasi antargenerasi.

Hingga sekarang, kegiatan budaya Pemakaman dan Masjid Wotgaleh masih terpelihara dengan baik.

Sadranan diadakan secara rutin bersama Dinas Kebudayaan dan pemerintah desa setempat.

Ada pula tahlilan bersama tiap malam Senin Kliwon dan Kamis yang merupakan geblag sekaligus weton Pangeran Purbaya I.*** (Aliya Farras Prastina)

 

Rekomendasi